Jakarta, Gatra.com - Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Zullies Ikawati mengungkapkan sejauh ini memang dijumpai adanya hubungan kuat antara kejadian pembekuan darah dengan penggunaan Vaksin AstraZeneca, akan tetapi kejadiannya sangat jarang, Hal ini ia simpulkan dari hasil evaluasi European Medicines Agency (EMA).
"Sampai tanggal 5 Mei 2021, di Eropa telah ada laporan kejadian pembekuan darah akibat vaksin ini sebanyak 262 kasus, dengan 51 diantaranya meninggal dari penggunaan sebanyak 30 juta dosis vaksin. Jika dihitung, maka prosentase kejadiannya sangat kecil sekali," tuturnya, dilansir dari keterangan tertulis yang diperoleh Gatra.com pada Senin (21/6).
Lanjut Ikawati, karena hal itulah EMA masih menilai bahwa kalau pun memang vaksin ini dapat menyebabkan reaksi pembekuan darah, manfaatnya masih lebih besar daripada risikonya, sehingga vaksin AstraZeneca tetap boleh diberikan.
Sementara itu terkait penyebab pembekuan darah akibat vaksin tersebut, terangnya, mekanisme masih dipelajari. Akan tetapi seorang peneliti Jerman, Greinacher, menduga reaksi pembekuan darah yang jarang ini berkaitan dengan platform vaksinnya, yaitu viral vector menggunakan adenovirus.
"Memang belum bisa dipastikan, tetapi penelitian sebelumnya menggunakan platform adenovirus ternyata menghasilkan reaksi yang sama, yaitu aktivasi platelet yang menyebabkan pembekuan darah," kata Ikawati.
Adapun ia menyebut bahwasanya reaksi yang sama ternyata juga dijumpai pada penggunaan vaksin Johnson and Johnson yang menggunakan platform yang sama, yaitu adenovirus. Penggunaan vaksin tersebut sempat dihentikan di Amerika dan setelah dievaluasi dapat digunakan kembali.
Lebih lanjut Ikawati menerangkan, diduga ada reaksi imun yang berlebihan terhadap vaksin yang berasal dari adenovirus ketika vaksin tersebut berikatan dengan platelet, kemudian memicu serangkaian reaksi imun yang menyebabkan terjadinya pembekuan darah.
"Reaksi ini sebenarnya bisa membaik sendiri, tetapi ada yang bisa berakibat fatal. Reaksi semacam ini mirip dengan reaksi yang dijumpai pada pasien yang sensitive terhadap heparin, suatu obat pengencer darah. Alih-alih mengencerkan darah, malah yang terjadi darahnya membeku," ujar Mantan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) itu.