Jakarta, Gatra.com - Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Fajri Nursyamsi, mengungkapkan bahwa penggunaan istilah “menderita disabilitas” pada Pasal 38 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) perlu diganti dengan istilah lain yang dianggap lebih manusiawi.
Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual pidananya dapat dikurangi dan dikenai tindakan.”
“Dalam konteks penggunaan istilah dia menggunakan istilah ‘menderita’. Saya pikir ini adalah kata-kata yang sudah seharusnya dihindari, ya. Sudah seharusnya tidak digunakan dalam peraturan perundang-undangan,” ujar Fajri dalam webinar bertajuk Penyandang Disabilitas Bicara RKUHP: Membangun Hukum Pidana Materiil yang Sensitif Disabilitas yang digelar Jumat siang, (18/6).
Fajri menilai bahwa istilah “menderita” dalam pasal tersebut memposisikan penyandang disabilitas sebagai korban atas kondisi yang dialaminya sendiri. Padahal, menurutnya, disabilitas tergolong sebagai keragaman manusia.
“Usulnya adalah gunakan istilah ‘penyandang disabilitas’, begitu ya. Tidak perlu ‘menderita disabilitas’ sebagai suatu identitas berdasarkan UU No. 8 Tahun 2016,” pungkas Fajri.