Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) belum bisa memulangkan buronan terpidana Adelin Lis dari Singapura ke Indonesia karena Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Singapura tidak mengizinkan untuk menjemput atau membawa langsung yang bersangkutan.
"Ini soal proses keimigrasian pemerintah Singapura," kata Leonard Eben Simanjuntak, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/6).
Leo menjelaskan, pihaknya mempunyai sekenario menjemput langsung Adelin Lis dari Singapura menggunakan pesawat sewaan atau carter. Namun, pihak Kemlu Singapuran pada Rabu (16/7) tidak mengizinkan berdasarkan ketentuan hukum negaranya karena deportiasi hanya bisa menggunakan penerbangan komersil.
Jaksa Agung ST Burhanuddin telah berkirim surat kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura yang pada pokoknya bahwa Adelin Lis merupakan buronan Kejaksaan yang berisiko tinggi. Dia sudah buron sekitar 14 tahun.
"Yang bersangkutan menghindari dari eksekusi pidana penjara dan pembayaran denda dan uang pengganti," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Leo, Jaksa Agung meminta Kedubes Republik Indonesia di Singapura agar terpidana Adelin Lis dipulangkan ke Indonesia menggunakan transportasi yang aman, yaitu menggunakan pesawat carter atau pesawat Garuda Indonesia.
Sebagai langkah melaksanakan kedaulatan hukum Indonesia, Jaksa Agung meminta KBRI Singapur agar tidak menyerahkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) kepada Adelin Lis atau otoritas Imigrasi Singapura, sebelum mendapat kepastian mengenai penjempuat dan jaminan keamanan.
"[Moda transportasi] yang memiliki kelayakan pemulangan buronan Kejaksaan berisiko tinggi tersebut, itu upaya yang sampai saat ini tetap terus kita lakukan," katanya.
Adelin Lis terlibat kasus pembalakan liar dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara serta membayar denda lebih Rp110 miliar oleh Mahkamah Agung (MA) pada 2008. Namun, dia melarikan diri dan kemudian memalsukan paspor dengan menggunakan nama Hendro Leonardi.
Buronan Kejagung ini kemudian ditangkap pihak imigrasi Singapura pada 2018 karena sistem data di Imigrasi Singapura menemukan data yang sama untuk dua nama yang berbeda. Pihak Imigrasi Singapura kemudian mengirimkan surat kepada Atase Imigrasi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura untuk memastikan apakah dua nama yang berbeda itu sebenarnya merupakan orang yang sama.
Berdasarkan data yang ada di Direktorat Jenderal Imigrasi dipastikan bahwa dua orang tersebut sama. Bahkan Ditjen Imigrasi menambahkan, Adelin Lis memberikan keterangan palsu karena tidak pernah dikeluarkan surat terkait dengan sosok Hendro Leonardi.
Di persidangan, Adelin Lis mengaku bersalah. Atas dasar itu Pengadilan Singapura pada 9 Juni 2021 menjatuhi hukuman denda S$14.000 yang dibayarkan dua kali dalam periode satu pekan, mengembalikan paspor atas nama Hendro Leonardi kepada Pemerintah Indonesia, dan mendeportasi kembali ke Indonesia.