Jakarta, Gatra.com – Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Marcus Priyo Gunarto, memandang bahwa pasal penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden harus menjadi konstitusional dengan bercermin pada perlakuan yang sama terhadap kepala negara sahabat.
“Lho, itu kepala negara sahabat yang sedang berkunjung di Indonesia diancam dengan pidana kalau kita menyerang harkat dan martabatnya, tetapi terhadap presiden kita sendiri kok malah inkonstitusional,” ujar Marcus dalam diskusi publik RUU KUHP yang digelar secara virtual pada Senin (14/6).
Padahal, Marcus memandang bahwa perancang pasal itu telah memikirkan bahwa pasal tersebut diusulkan dengan tujuan untuk menjaga presiden dan wapres sebagai simbol negara.
Pasal ini menjadi perhatian masyarakat dan perbincangan hangat belakangan ini. Marcus menduga ada pihak yang menilai bahwa pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden ini inkonstitusional.
“Tetapi pada sisi yang lain, ternyata kita juga menemukan bahwa menyerang harkat dan martabat kepala negara sahabat dan wakil negara sahabat yang sedang bertugas di Indonesia itu, itu juga ada ancaman pidananya,” sambung dia.
Selain pasal penghinaan presiden dan wakil presiden, isu-isu krusial lainnya meliputi pasal-pasal yang berkaitan dengan santet, masalah praktik dokter gigi, persoalan advokat curang, persoalan penodan agama, persoalan penganiayaan hewan, dan beberapa persoalan lainnya.