Jakarta, Gatra.com - Rencana pemerintah yang tertuang dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 12 persen, serta perluasan pengenaan PPN untuk sembako, jasa sekolah, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa tenaga kerja dan beberapa bentuk jasa lainnya, mendapat penentangan dari banyak pihak.
Anggota Badan Anggaran DPR RI, Sukamta menyebut usulan tersebut sebagai rencana ngawur yang bisa berdampak berat terhadap rakyat kecil. “Saat ini masyarakat kecil sangat terdampak oleh pandemi, mestinya pikiran pemerintah itu [berpikir] bagaimana memberikan subsidi sembako supaya harganya stabil dan terjangkau, bukan malah akan dipajaki,” ujar Sukamta dalam keterangannya kepada Gatra.com belum lama ini.
Sukamta menuturkan bagi rakyat kecil, sembako adalah kebutuhan pokok penyambung hidup, bukan barang mewah atau ekslusif. “Jika pajak dikenakan pada sembako, harga-harga akan naik dan memicu inflasi, ini juga bisa memunculkan kelangkaan barang. Rakyat kecil akan makin tak berdaya. Jika ini yang terjadi, maka pemerintah gagal melindungi hajat hidup orang banyak sebagaimana diamanahkan konstitusi,” tegasnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS itu menduga rencana pemerintah memperluas cakupan pajak ini, lantaran ingin mendongkrak pendapatan negara yang mengalami penurunan tajam saat pandemi Covid-19. Tetapi menurutnya, jika cara menaikkan pendapatan dengan membebani pajak sembako hingga jasa sekolah, ini menunjukkan kreativitas pemerintah yang tumpul.
“Pemerintah semestinya meningkatkan kinerja ekspor. Pemerintah juga bisa menambah pajak pada barang-barang yang bisa mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan seperti rokok, plastik, makanan berbasis soda dan gula/ manisan. Jadi tolong lebih kreatif, jangan malah bebani rakyat kecil,” ungkapnya.
Sukamta menyatakan, sikap fraksinya jelas yakni menolak rencana pengenaan pajak terhadap sembako, jasa sekolah dan semua hal yang berdampak membebani rakyat kecil. “Selama ini rakyat kecil sudah dapat banyak beban, ada pajak penerangan jalan, pajak kendaraan bermotor, dan lain-lain. Kebijakan yang selama ini berlaku dengan tidak ada PPN untuk sembako semestinya tidak perlu diubah,” pungkasnya.
Sebelumnya Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkap keherannya akan bocornya dokumen pemerintah soal rencana pengenaan tarif PPN pada sembako ke publik dan media massa. Bocornya dokumen tersebut menimbulkan kegelisahan tersendiri karena DPR sendiri belum menerima draft resmi dokumen PPN atau draft RUU KUP.
“Oleh karena itu, situasinya jadi agak kikuk karena ternyata kemudian dokumennya keluar, sehingga kami tidak dalam posisi untuk bisa menjelaskan keseluruhan arsitektur dari perpajakan kita yang keluar sepotong-sepotong,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, pada Kamis, 10 Juni 2021.
Di hadapan DPR, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan, segala kebijakan yang akan diambil termasuk pajak sembako tetap akan mempertimbangkan pemulihan ekonomi. “(Isu PPN sembako) di-blow up seolah-olah menjadi sesuatu yang bahkan tidak mempertimbangkan situasi hari ini. Padahal hari ini fokus kita untuk memulihkan ekonomi, jadi kita betul-betul menggunakan semua instrumen kita,” ujarnya.