Solo, Gatra.com – Hingga kini lahan Sriwedari masih menjadi sengketa antara Pemkot Solo dan pihak ahli waris, Wiryodiningrat. Untuk itu, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka berkonsultasi dengan para Wali Kota Solo terdahulu, termasuk ayahnya Presiden Joko Widodo.
Hal ini diakui Gibran saat meninjau kerja bakti di kawasan lahan Sriwedari. Tak hanya Presiden Jokowi, Gibran juga berkonsultasi dengan wali kota sebelum dirinya, FX Hadi Rudyatmo. ”(Konsultasi dengan) Bapak, juga Pak Rudy, terutama Pak Rudy,” kata Gibran.
Ia mengatakan Pemkot Solo terus berjuang untuk mempertahankan tanah Sriwedari. ”Enggak masalah. Kita terus perjuangkan tanah ini untuk warga Solo,” katanya.
Ia mengatakan mendapat banyak masukan dari Rudy. Namun Gibran enggan membeberkan masukan tersebut. "Rahasia. Pokoknya kita kawal, kita berjuang,” ucap Gibran.
Sementara itu, mantan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo menyatakan bahwa tanah tersebut tetap milik negara.Rudy menilai keputusan atas status tanah Sriwedari sudah selesai sejak 1983.
Namun, kata dia, ada beberapa hal yang perlu diungkap kembali. ”Keputusan yang kemarin itu lucu,” katanya.
Saat ini tim pengacara yang ditunjuk oleh Pemkot Solo melakukan kajian hukum untuk membantu pemerintah menyelesaikan sengketa lahan Sriwedari.
”Menurut saya suda selesai kok. Lagi pula sudah terbit sertifikat HP 40 dan 41 sejak dulu. Kan sudah selesai. Masukannya juga Sriwedari tetap menjadi milik negara,” katanya.
Sengketa lahan Sriwedari antara pihak ahli waris Wiryodiningrat dan Pemkot Solo terus bergulir. Pada Rabu (9/6), sidang memutuskan untuk menolak gugatan Pemkot Solo dengan alasan dua dari 11 ahli waris sudah meninggal.
Pemkot Solo kembali mengajukan gugatan untuk mempertahan aset Sriwedari meskipun hasil peninjauan kembali memenangkan ahli waris. Hingga kini Pemkot Solo kalah 15 kali melawan ahli waris Wiryodiningrat.
Dua lahan yang digugat Pemkot untuk diselamatkan dari eksekusi adalah lahan HP 26 dan HP 46. HP 26 merupakan lahan bekas Rumah Sakit Jiwa Mangunjayan yang sekarang menjadi Museum Keris. HP 26 sebelumnya lahan HP 8 milik Kementerian Kesehatan yang telah ditukarguling. Adapun HP 46 merupakan lahan dengan HGB 73 atas nama Bank Pasar. Meski Bank Pasar sudah tidak ada, HGB tersebut masih atas nama perusahaan daerah tersebut.