Jakarta, Gatra.com – Seorang pakar HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan kematian massal akibat kelaparan, penyakit serta dampak tersebut di Myanmar Timur. Kejadian ini setelah adanya serangan brutal dan membabi buta oleh militer setempat yang memaksa puluhan ribu orang meninggalkan rumah mereka di Negara Bagian Kayah.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu, (9/6) Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar, Tom Andrews, menyerukan tindakan internasional yang mendesak. Ia mengatakan, bahwa serangan militer negara tersebut telah mengancam nyawa ribuan pria, wanita dan anak-anak di negara bagian Kayah atau Karenni, sebagaimana dilansir dari stasiun berita Al Jazeera pada hari ini, (9/6).
“Kematian massal akibat kelaparan, penyakit dan paparan dalam skala yang belum pernah kita lihat sejak kudeta 1 Februari, dapat terjadi di Negara Bagian Kayah tanpa tindakan segera,” ungkapnya.
Permohonan itu muncul beberapa jam sesudah kantor PBB di Myanmar mengatakan kekerasan di Kayah telah membuat sekitar 100.000 orang mengungsi. Mereka pun kini mencari keselamatan di hutan, komunitas serta bagian selatan Negara Bagian Shan.
Mereka yang melarikan diri dan mereka yang berada di lokasi yang terkena dampak pemboman dan tembakan artileri sangat membutuhkan makanan, air, tempat tinggal, bahan bakar dan akses ke perawatan kesehatan, kata kantor PBB dalam sebuah pernyataan.
“Krisis ini dapat mendorong orang melintasi perbatasan internasional untuk mencari keselamatan,” demikian peringatan itu. Hal ini menyerukan semua pihak untuk mengambil langkah-langkah dan tindakan pencegahan yang diperlukan untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur sipil.
Seperti yang diketahui, Myanmar tengah berada dalam kekacauan sejak kudeta militer, dengan tampak protes harian di seluruh negeri dan pertempuran di daerah perbatasan antara militer dan kelompok etnis minoritas bersenjata. Kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) melaporkan, pasukan keamanan negara itu telah menewaskan 849 orang sejak kudeta dan menahan 5.800 lainnya.
Sementara itu, orang-orang yang tinggal di Kayah menuturkan kepada stasiun berita Al Jazeera, bahwa militer telah meluncurkan serangan udara tanpa pandang bulu dan penembakan di daerah sipil. Peristiwa ini terjadi setelah adanya pertempuran pada 21 Mei lalu antara pasukan keamanan dan kelompok perlawanan sipil yang menyebut dirinya sebagai Karenni People’s Defense Force atau Pasukan Pertahanan Rakyat Karenni (KPDF).
Akibat peperangan tersebut, terdapat beberapa kematian, termasuk seorang anak laki-laki berusia 14 tahun yang ditembak mati di kota kecil Loikaw. Serta, seorang pemuda yang ditembak di kepala dengan tangan terikat di belakang punggungnya. Selain itu, Militer Myanmar telah berulang kali menyerang gereja-gereja di daerah yang mayoritas beragama Kristen dalam satu kejadian yang menewaskan empat orang, yang termasuk di antara 300 penduduk desa yang berlindung di sebuah gereja Katolik di kota kecil tersebut.
Reporter: Farid Nurhakim