Rembang, Gatra.com - PT Semen Gresik (SG) menggelar Learn & Share Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pelaksanaannya dalam Pengaturan Ketenagakerjaan, secara daring.
Kegiatan yang diikuti manajemen, serikat pekerja, dan ratusan karyawan SG secara virtual tersebut, mengundang dua pakar dari Kementerian Ketenagakerjaan RI yaitu Kasi Penyelesaian Perselisihan Secara Bipartit Feryando Agung Santoso SH., MH, dan Koordinator Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dr. Reytman Aruan SH., MHum.
SVP of Human Capital Semen Indonesia Group (SIG) Tigor Pangaribuan menjelaskan, program edukasi dan sosialisasi ini bertujuan agar manajemen, karyawan, dan pengurus serikat pekerja di SG punya kesamaan platform dalam memahami semua norma UU Cipta Kerja beserta peraturan pelaksanaannya. Targetnya, tandas Tigor, di lingkungan SG sebagai anak perusahaan SIG, terbangun hubungan industrial yang harmonis, konstruktif, dan kondusif.
“Edukasi ini penting bagi kami manajemen, serikat pekerja dan karyawan agar punya persepsi serta pemahaman yang sama tentang substansi UU Cipta Kerja termasuk perubahan-perubahan apa yang terjadi,’’ kata Tigor dalam keterangan tertulisnya, Selasa, (8/6).
Agenda ini berjalan sukses dan mendapatkan antusiasme peserta. Dalam paparannya, Feryando mengapresiasi SG yang begitu responsif menggulirkan sosialisasi UU Cipta Kerja atau Omnibus Law ini. Dia meyakini perusahaan persemenan yang menjadi bagian dari BUMN ini mampu menerapkan UU ini sehingga suasana kerja lebih produktif dan sustainable.
“Bangsa kita terus berkembang secara dinamis dalam perubahan global, dan dalam perubahan itu negara mengambil peran untuk melindungi dan mendorong pekerja supaya produktif agar sejahtera. Keberadaan UU Cipta Kerja, siap tidak siap dan suka tidak suka telah dibuat untuk menjawab tantangan perubahan tersebut,” sebutnya.
Pada sesi kedua Learn & Share, Reytman Aruan banyak membedah tentang pengupahan, PHK, dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Ia menyarakan upah selalu menjadi isu penting dalam sebuah hubungan industrial.
“Pemerintah tidak menerapkan skala upah, namun memberikan batas minimal di setiap daerah. Skala upah merupakan otoritas daerah mengacu pada tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” terangnya.