Cilacap, Gatra.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, Jawa Tengah mulai berkomunikasi dengan para pengusaha untuk mengantisipasi bencana krisis air bersih, seturut semakin bertambahnya desa terdampak.
Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BPBD Cilacap, Tri Komara Sidhy mengatakan desa yang mengalami krisis air semakin bertambah. Pada akhir Mei 2021, desa yang mengalami krisis air bersih baru enam desa di tiga kecamatan. Namun, pada dasarian awal Juni ini jumlah desa yang mengalami krisis air bersih naik dua kali lipat, jadi 13 desa di enam kecamatan.
Diperkirakan krisis air bersih akan semakin luas seturut kemarau. Sementara, tahun ini BPBD hanya menyediakan Rp90 juta untuk pengadaan air bersih karena banyaknya dana untuk refocussing penanganan Covid-19. Angka ini setara dengan 180 tangki air bersih. “Untuk tahun ini Rp90 juta mudah-mudahan mencukupi. Ya paling tidak, kalau Rp90 juta itu, minimal 180 tangki, syukur bisa 200 tangki nanti,” ucapnya.
Padahal jika krisis air memburuk, maka jumlah bantuan diperkirakan 500 tangki lebih. Bahkan, dalam kondisi ekstrem bantuan air bersih Cilacap sempat menyentuh 1.200 lebih tangki pada 2017, saat kemarau tujuh bulan. Karenanya, butuh koordinasi lintas sektor termasuk kalangan usaha untuk mengantisipasi jika kondisi semakin memburuk. “Dunia usaha tetap kita gandeng, untuk ikut droping air bersih,” katanya.
Tri Komara Sidhy mengungkapkan, berdasar pemetaan kebencanaan 2021, sebanyak 73 desa di 19 kecamatan rawan krisis air bersih. Berdasar informasi BMKG, kemarau tahun ini normal, yakni lima bulan. Namun, tak tertutup kemungkinan kemarau lebih panjang dari biasanya. Sebab kemarau tahun ini tiba lebih awal dan sejak April lalu sudah jarang turun hujan di Cilacap.
“Informasi dari BMKG normal, lima bulan. Ya mudah-mudahan benar lima bulan. Kalau sampai tujuh bulan ya, risikonya, kita mengajak kalangnan dunia usaha untuk berpartisipasi mengirimkan bantuan air bersih,” jelas Komara.