Yogyakarta, Gatra.com - Efek Covid-19 tidak hanya ditentukan oleh varian virus SARS-CoV-2, melainkan juga oleh genetika dan penyakit bawaan si inang. Butuh banyak data untuk menentukan ada tidaknya varian lokal di Indonesia.
Hal itu disampaikan Gunadi, Ketua Kelompok Kerja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan RSUP dr. Sardjito, dalam siaran pers UGM, Minggu (6/6).
“Covid-19 merupakan multifactorial disorder. Jadi tidak serta merta manifestasinya ditentukan varian dari virus itu sendiri. Namun, terdapat pula peran genetik karakteristik dan komorbiditas dari pasien itu sendiri. Dengan demikian, dampak yang diterima masing-masing individu juga akan berbeda,” paparnya.
Gunadi menyatakan virus ini awalnya dinamai dengan 2019-nCoV, kemudian diganti oleh WHO menjadi SARS-CoV-2 untuk menghindari stigma pada negara, kota, atau kelompok tertentu. Varian-varian baru kemudian ditemukan di berbagai negara.
Menurutnya, varian baru menjadi masalah karena terletak di receptor bonding domain (RBD). RBD ini bagian langsung dari protein S yang berikatan langsung dengan Ace2 Receptor pada manusia. Hal itu bisa menyebabkan peningkatan dari kecepatan transmisi, keparahan, hingga kemampuan mengelabui imunitas inang.
Dalam menetapkan tingkat varian, WHO memberi label khusus. Label Varian of Interest diberikan jika ada mutasi baru, hingga satu mutasi itu diduga menyebabkan transmisi lokal, banyak klaster, atau terdeksi di beberapa negara.
Variant of Interest bisa naik menjadi Variant of Concern. Syaratnya, pertama, varian itu meningkatkan transmisi secara lebih cepat. Kedua, menyebabkan peningkatan virulensi dan memperparah inang bahkan sampai meninggal. Ketiga, varian itu menurunkan efektivitas protokol kesehatan, alat diagnostik, vaksin, dan terapi.
“Syarat lain untuk suatu varian mendapat label tentunya tergantung apakah varian tersebut masih bertahan lama. Tidak bisa hanya yang bertahan satu bulan saja. Jadi, jika suatu varian yang sudah menjadi Variant of Concern bisa saja diturunkan jika dampaknya sudah tidak memenuhi persyaratan tadi lagi,” ujarnya.
Gunadi menjelaskan terdapat empat varian SARS-CoV-2 yang tergolong Variant of Concern. Keempatnya adalah B.1.1.7 yang ditemukan pertama di Inggris, B.1.351 di Afrika Selatan, P.1. di Brazil, dan B.1.617.1 di India.
Semua varian tersebut meningkatkan transmisi, tetapi dampaknya pada imunitas berbeda-beda. Sementara untuk meningkatkan keparahan semuanya serupa, kecuali B.1.617.2.
“Per 31 Mei kemarin, keempat varian tersebut, karena penyebutannya terlalu rumit, WHO memutuskan menetapkan nama yang lebih mudah berdasarkan alfabet yunani. Nama tersebut yakni Alpha (B.1.1.7), Beta (B.1.351), Gamma (P.1), dan Delta (B.1.671.2),” ujarnya.
Gunadi menyatakan kemungkinan adanya lokal varian di Indonesia perlu didiskusikan lebih lanjut. Hal itu karena dataya belum mencukupi. “Tentunya untuk menentukan varian lokal masih diperlukan data yang lebih banyak lagi,” katanya.
Pada Minggu, ditemukan 295 kasus baru dari 1.460 orang yang dites PCR di Daerah Istimewa Yogyakarta. "Total kasus terkonfirmasi menjadi 46.183 kasus," kata Juru Bicara Pemda DIY untuk Penanganan Covid-19 Berty Murtiningsih.
Ia menjelaskan sebanyak 211 penderita Covid-19 sembuh, sehingga total sembuh menjadi 42.375 kasus. Di DIY, saat ini ada 2.589 kasus aktif. "Penambahan kasus meninggal sebanyak 5 kasus, sehingga total kasus meninggal menjadi 1.219 kasus," katanya.