Jakarta, Gatra.com- Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti mengatakan, guna mendukung Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia, pihaknya kini tengah mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT.
Dyah menjelaskan, aturan tersebut merupakan upaya pemerintah agar lebih detil dan mendalam mengatur mengenai pengembangan EBT di Indonesia. Serta kedepannya EBT tidak hanya menjadi alternatif, tapi juga dijadikan sebagai energi utama.
“Setiap wilayah mempunyai economy skill masing-masing. Wilayah timur bisa andalkan matahari, kemudian di Makassar ada Sidrap dan mengingat juga 40% bicara geothermal ada di Indonesia," papar Dyah katanya dalam webinar UNDP SDG Talks World Environment Day: Save Energy, Stay Eco-Friendly, Jumat (4/6).
Banyak potensi, lanjut dia, tapi masalahnya adalah EBT masih kurang kompetitif. "Apa yang kita lakukan selalu kalah sama dunia fosil. Mudah-mudahan kita bisa komit, bisa lebih berani dan mempunyai tekad untuk lakukan perubahan yang sangat dibutuhkan oleh bangsa dan negara lain,” pungkasnya.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan, porsi pemanfaatan energi baru dan terbarukan nasional baru mencapai 11,2%. Target ke depan adalah EBT dapat meningkat sebesar 23% pada 2025.
“Harapan kami pemuda, mahasiswa dan kaum perempuan bisa bersama-sama berada di depan untuk memulai dan menerapkan upaya budaya hemat energi. Sebab lebih gampang hemat energi daripada kita buat pembangkit,” jelas dia.
Dalam hal ini, UNDP melalui Market Transformation for Renewable Energy and Energy Efficiency(MTRE3) Project telah mendukung energi terbarukan di Indonesia. Proyek ini mendukung pemerintah Indonesia dalam upaya meningkatkan penggunaan energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025.
National Project Manager MTRE3 Project, Boyke Lakaseru menjelaskan, Proyek MTRE3 berjalan selama lima tahun mulai dari 2017 hingga 2022. Dimana dilakukan pada empat wilayah kerja untuk proyek percontohan Energi Baru Terbarukan (EBT).
"Yakni provinsi Riau, Jambi, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Timur, dan wilayah kerja proyek percontohan Konservasi Energi (KE) di beberapa kota besar; Jakarta, Bali, Makasar, Semarang,” ungkapnya.
CEO Synergy Efficiency Solution, Steve Piro mengatakan ada tantangan terbesar untuk menangkap potensi energi bersih di Indonesia. "Saat ini kita butuh lebih banyak ahli di bidang EBT di Indonesia, dari generasi muda, ini hanya bisa dicapai jika akses keilmuan di bidang EBT semakin luas dan merata,” ungkapnya berkaca dari pengalamannya dalam menjalankan startup.