Pati, Gatra.com- Anggota Komisi VI DPR RI Marwan Jafar menilai adanya kran investasi di tanah air harus sejalan dengan arah pembangunan yang telah ditetapkan, hal ini semata demi kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa. Artinya, pemerintah jangan mau terdikte oleh kepentingan investor.
Legislator asal Kabupaten Pati, Jawa Tengah ini menambahkan, keberpihakan kepada bangsa harus dikedepankan pemerintah dalam membuka keran investasi. Kolaborasi antarberbagai pihak, terutama masyarakat sekitar lokasi investasi juga mutlak dijalankan.
"Investor tidak boleh mendikte pemerintah. Karena kalau itu terjadi justru tidak produktif dan menjadikan persoalan serta arah kebijakan bisa keluar dari visi penyejahteraan masyarakat dan peningkatan ekonomi," ujarnya secara virtual di Hotel Safin Pati, Kamis (3/6).
Wakil rakyat dari Fraksi PKB ini turut menyoroti adanya investasi asing. Misalnya menyangkut kepemilikan aset oleh warga negara asing (WNA). Mengingat, berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja, kepemilikan aset tanah tidak diperkenankan bagi WNA. Di luar itu, pemerintah juga diminta memberi proteksi sekaligus komitmen untuk mendorong pengembangan usaha yang dikelola warga pribumi, terlebih UMKM. Marwan menyebut, persoalan birokrasi untuk akses perbankan bagi pelaku usaha belum terselesaikan.
"Birokrasi untuk akses perbankan saat ini masih rumit. Apa yang disampaikan Pemerintah Pusat seharusnya sama di daerah. Artinya dapat dilaksanakan bukan sebatas program," imbuhnya.
Dalam acara Sosialisasi Upaya Pemulihan Ekonomi Melalui Kegiatan Relokasi dan Undang Undang Cipta Karya yang digelar dengan protokol kesehatan (Prokes) ketat, bahkan peserta diwajibkan dirapid tes antigen itu. Merupakan kerjasama Kementerian Investasi dan BKPM dengan Komisi VI DPR RI. Direktur Fasilitasi Promosi Daerah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Saribua Siahaan menyampaikan materi sosialisasi kepada 50 penggerak UMKM di Kabupaten Pati dan sekitarnya.
"Melalui sosialisasi ini, kita berharap pelaku usaha lokal dapat tetap tumbuh sejalan dengan investasi. Adapun persoalan yang selama ini masih terjadi dapat segera diselesaikan, agar perkembangan investasi sejalan dengan kesejahteraan dan peningkatan ekonomi rakyat," harap Marwan.
Sementara, Direktur Fasilitasi Promosi Daerah BKPM Saribua Siahaan menyebut, peraturan perundang-undangan telah membatasi WNA memiliki lahan di Indonesia. Hanya saja, pihaknya tidak menampik jika praktik di lapangan masih ada WNA yang memiliki aset tanah yang diatasnamakan WNI. "Ini sudah rahasia umum. Seperti di Bali, aset WNA diatasnamakan istri yang orang Indonesia. Secara normatif bisa. Tetapi kelemahannya kalau ada masalah maka orang asingnya yang rugi," jelasnya.
Sementara untuk proteksi, sejauh ini pihaknya telah menekankan kepada perusahaan asing untuk melaksanakan kewajiban divestasi setelah lama berinvestasi di Indonesia. Sekaligus berkolaborasi dengan UMKM secara berkelanjutan serta memperbanyak keterlibatan tenaga kerja lokal.