Jakarta, Gatra.com – Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK, Agus Sartono, mengungkapkan bahwa hadirnya teknologi dan informasi di era Revolusi Industri 4.0 mendisrupsi pendidikan karakter yang sedang ditanamkan kepada peserta didik di Indonesia.
“Kaitannya dengan pendidikan karakter, hadirnya teknologi dan informasi sangat terasa sekali. Karena apa? Ruang keluarga kehilangan makna. Keadaban semakin jauh. Sementara literasi digital masih sangat rendah,” ujar Agus dalam webinar bertajuk "Pendidikan Indonesia untuk Masa Depan Bangsa dan Kemanusiaan" yang digelar MWA UI pada Rabu, (2/6).
“Orang tua yang mestinya menjadi role model, menjadi suri tauladan, menjadi guru, justru sibuk dengan gadgetnya. Di saat seharusnya di ruang keluarga orang tua menanamkan values kepada putra-putrinya, tetapi mereka asyik dengan dirinya sendiri,” sambung Agus.
Agus menilai bahwa pemanfaatan teknologi dan informasi terjadi secara masif dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari belakangan ini. Ia melihat bahwa arus informasi dari berbagai negara yang dengan mudahnya masuk ke masyarakat Tanah Air menyebabkan hadirnya disrupsi dan disorientasi yang mampu menggeser nilai-nilai etika dalam berbangsa dan bernegara.
“Kita menyaksikan betap produksi hoaks semakin masif setiap hari. Hampir-hampir kita tidak bisa membedakan lagi mana yang benar dan mana yang salah. Siapa yang paling bertanggung jawab? Tentu dengan mudah kita akan mengatakan, ini akan menjadi tanggung jawab pendidikan,” ujar Agus.
“Pertanyaan berikutnya, lalu siapa yang paling berperan dalam pendidikan ini? Pendidikan itu harus kita amanatkan kepada pendidikan formal, non-formal, dan informal. Pendidikan harus kita lihat secara utuh, mulai dari keluarga, kemudian pendidikan formal, lalu di tempat kerja dan masyarakat,” ujar Agus.
Oleh karena itu, Agus menilai bahwa pembangunan karakter dalam diri anak didik bangsa Indonesia sangat diperlukan. Ia berharap bahwa setiap anak didik di Nusantara memiliki karakter-karakter utama, yaitu kerja keras, gotong royong, dan integritas.
Di tengah-tengah disrupsi Revolusi Industri 4.0, Agus memandang bahwa penanaman karakter-karakter di atas wajib dialamatkan kepada generasi muda Indonesia, terutama kelompok masyarakat dari Generasi Z. Ia memproyeksikan bahwa generasi ini akan memimpin Indonesia dalam beberapa puluh tahun ke depan.
Generasi Z adalah kelompok masyarakat yang terlahir dalam rentang waktu tahun 1997-2012. Dari hasil sensus penduduk yang dilakukan pada tahun 2020 yang lalu, Generasi Z mendominasi demografi Indonesia dengan persentase 27,94% dari keseluruhan populasi.
Di antara ketiga nilai di atas, Agus lebih memberi penekanan pada integritas. Ia menilai bahwa integritas telah menjadi barang langka hari-hari ini sehingga harus dijadikan nilai utama yang wajib dimiliki siswa terdidik di Indonesia.
“Kalau kita kehilangan dompet, kehilangan uang, kehilangan handphone, kita bisa beli lagi. Tetapi kalau kita kehilangan integritas diri maka hidup kembali akan menjadi meaningless,” kata Agus.