Jakarta, Gatra.com - Pimpinan Nasional (Pimnas) Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) mendesak Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk semakin berperan dalam merumuskan formula operasional tentang berpancasila.
Menurut PPI, formula yang dimaksud adalah formula operasional di dalam setiap dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk mengundang masukan dari berbagai elemen publik. Adapun yang lebih utama adalah bagi millenial dan generasi baru.
"Lebih utama lagi adalah bagi generasi baru dan kaum milenial yang mempunyai kharakter dan cara pandang baru," sebut PPI, yang diwakili oleh Sri Mulyono dan Gede Pasek Suardika tersebut.
Desakan lain yang dikeluarkan oleh PPI adalah agar aktor-aktor politik, ekonomi dan pemerintah untuk memperhatikan ketimpangan sosial dan ekonomi yang menjadi masalah. "Ketimpangan sosial dan ekonomi adalah faktor yang paling potensial untuk menjadi pemantik dari konflik horisontal," kata mereka.
Selain ketimpangan, budaya demokrasi Pancasila juga menurut mereka mendesak untuk dihadirkan dalam kehidupan politik, terutama oleh partai-partai politik, elit politik dan tokoh utama bangsa. Hal itu dilakukan agar demokratisasi Indonesia tidak diwarnai liberalisme politik. "Liberalisme politik berbiaya mahal dan jauh dari semangat persaudaraan dan persatuan," tegas mereka.
"Kompetisi politik yang liberal dan berbiaya mahal (padat modal) yang bertemu dengan arus politik aliran akan bisa memunculkan efek destruktif bagi demokrasi kita," jelasnya.
Selain itu, PPI juga meminta bahwa Hari Lahir Pancasila harus menjadi momentum untuk membumikan Pancasila, buka sekedar seremonial. "Bukan sekadar acara seremonial tahunan dan nostalgia sejarah, namun bagaimana membumikan Pancasila menjadi dasar dan landasan bagi sikap dan perilaku yang nyata dalam kehidupan sehari-hari," tegas PPI.