Jakarta, Gatra.com - Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan menanggapi isu perubahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode yang kembali digulirkan oleh beberapa pihak. Menurutnya, isu perubahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode akan mengganggu iklim demokrasi dan konstitusi di Indonesia.
Syarief Hasan menjelaskan, masa jabatan yang terlalu lama berpotensi menuju pada kekuasaan yang absolut dan merusak. Negara nantinya akan cenderung menjadi otoriter.
"Berbagai kajian akademis menyebutkan bahaya dari kekuasaan yang absolut. Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely, bahwa kekuasaan cenderung korup, kekuasaan mutlak benar-benar merusak," ujar Syarief Hasan dalam keterangannya, Senin (31/5).
Menurut Syarief Hasan, isu perubahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode tidak seharusnya terus digulirkan oleh pihak-pihak tertentu. Syarief pun sepaham dengan Presiden Jokowi yang menolak gagasan tersebut.
"Kami tentu sepemahaman dengan pernyataan Presiden Jokowi yang menyebutkan bahwa tidak perlu adanya perubahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode untuk menjaga iklim demokrasi di Indonesia," ungkap Syarief
Syarief Hasan menyebutkan, masa jabatan yang dibatasi hanya dua periode adalah bentuk koreksi atas sejarah kekuasaan absolut di masa lalu yang tidak boleh terulang kembali. Syarief tidak ingin Indonesia kembali seperti orde baru.
"Pada masa orde lama dan orde baru, kekuasaan absolut dan terlalu lama malah merusak iklim demokrasi dan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara", ungkap Syarief Hasan.
Selain itu, Syarief menegaskan bahwa MPR RI tidak memiliki agenda untuk melakukan perubahan masa jabatan Presiden. Menurutnya, pimpinan MPR saat ini terus mengawal konstitusi sehingga tidak ada penambahan masa jabatan di dalam UUD
"MPR RI sejak awal tidak pernah memiliki agenda terkait penambahan masa jabatan Presiden dalam rencana amandemen UUD NKRI," tegas Syarief