Sukoharjo, Gatra.com- Para pedagang olahan daging non pangan mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sukoharjo, Senin (31/5). Mereka mempertanyakan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima yang melarang masyarakat melakukan kegiatan usaha penjualan, pemotongan daging, baik mentah atau olahan berasal dari hewan non pangan. Hewan non pangan sendiri yakni anjing, biawak, dan ular.
Sejumlah pedagang yang tergabung dalam PKL Guyup Rukun itu mendatangi para wakil rakyat dan ditemui oleh pimpinan Komisi 2 DPRD Kabupaten Sukoharjo yakni Idris Sarjono dan Sarjono. Para PKL daging olahan non pangan itu mempertanyakan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
"Ada larangan berjualan daging non pangan, bagaimana ini? Kami tidak diajak rembukan saat membuat aturan, tahu-tahu sudah jadi Perda. Kami tidak dilibatkan. yang dilibatkan adalah perwakilan Paguyuban PKL secara umum," kata Ketua PKL Guyup Rukun, Dani Kristiawan.
Dani juga menyebut bahwa pedagang daging anjing tidak diberikan sosialisasi terlebih dahulu mengenai larangan itu. Mendadak, pedagang sudah mendapatkan Surat Peringatan 1 dan 2 dari Satpol PP. "Kita tidak dikumpulkan dulu, tidak diberi solusi, tau-tau dapat SP. SP 1 sepekan sebelum lebaran, SP 2 sepekan lalu. Kemudian kita buat surat ke DPRD untuk minta solusi," imbuhnya.
Dani juga mempertanyakan kenapa hanya daging anjing, ular dan biawak yang di masukan kategori olahan non pangan, sedangkan babi tidak. Padahal, menurutnya, anjing yang dibeli sudah mengantongi keterangan kesehatan hewan ternak dari Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat.
"Kalau daging anjing membawa penyakit, kami para pedagang pasti dapat komplain dari para konsumen. Kenyataannya, selama puluhan tahun gak ada komplain. Lalu, dalam berjualan kami juga tidak memaksa orang untuk beli atau memakan daging gugug. Kami juga tidak mempromosikan jualan kami. Buka warung, ada pembeli ya dilayani," ujarnya.
Dalam audiensi itu, suasana sempat memanas antara pedagang makanan olahan daging non pangan dan Kepala Satpol PP Kabupaten Sukoharjo Heru Indarjo. Menurut Heru, sikap tegasnya merupakan amanat mengawal Perda. "Kami ya tidak bisa langsung membongkar langsung lapak, tapi pasti kami berikan peringatan dulu," papar Heru.
Menurut Heru, larangan kegiatan usaha penjualan, pemotongan daging, baik mentah atau olahan berasal dari hewan non pangan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima tidak muncul dengan sendirinya, namun merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
"Ini bukan Pemerintah Sukoharjo yang semata-mata melarang, tapi ini perintah undang-undang. Dasar pembuatan Perda ini adalah aturan di atasnya, bisa Perda Provinsi Jateng, bisa undang-undang," terang Heru.
Para pimpinan Komisi II DPRD Kabupaten Sukoharjo Idris Sarjono dan Sarjono kemudian memberikan masukan kepada para PKL untuk melengkapi legalitas formal dari Kementerian Hukum dan HAM. Kemudian juga melengkapi dan atau mengumpulkan data yang mendukung bahwa daging anjing, biawak, ular itu layak konsumsi. "Ya segera saja dilengkapi datanya, syaratnya, supaya nanti bisa mengajukan revisi Perda," ucap Sarjono.
Ditempat yang sama, Anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo Sugeng Purwoko mengatakan bahwa untuk Satpol PP supaya pelan-pelan dulu untuk menegakan aturan, supaya tidak ada gesekan. Kemudian, bagi para PKL daging anjing, ular dan biawak, alangkah baiknya berjualan ditempat yang tidal terlalu terlihat. "Satpol PP jangan kenceng-kenceng dululah, lalu PKLnya berjualannya jangan yang ditempat "ketok moto" (tempat terbuka), mungkin itu masukannya," tandasnya.