Yogyakarta, Gatra.com - Gerakan Jogja Kompak meminta Presiden Joko Widodo membuktikan janji dan komitmen untuk memperkuat dan menyelamatkan KPK dengan membatalkan pemberhentian 75 pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsan (TWK). Pemberhentian 75 orang itu menjadi pertanda proses pelumpuhan KPK berhasil.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan di Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Daerah Istimewa Yogyakarta, Jogja Kompak menuntut sejumlah hal sebagai upaya penyelamatan KPK.
Diwakili oleh mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas, Jogja Kompak melihat proses pelumpuhan lembaga anti-rasuah itu berlangsung secara sistematis atas dukungan Presiden dan DPR.
"Banyak rangkaiannya. Terakhir adalah pelaksanaan TWK yang melibatkan lembaga negara. Ini yang dipermasalahkan. Belum lagi dengan materi tes yang menyimpang dan melecehkan hakikat kebangsaan," kata Busyro, Senin (31/5).
Mengingat Yogyakarta masih dianggap sebagai barometer politik nasional, aktivis anti-korupsi Yogyakarta meminta Presiden Joko Widodo bertindak berani jujur untuk menjadi hebat dengan membatalkan keputusan hasil TWK dan memuliakan kembali 75 pegawai.
Busyro melihat sejak UU KPK dievisi, disusul upaya pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN, posisi KPK semakin tertindas. Terlebih TWK akan menyingkirkan 75 orang yang dinilai betul-betul berkualitas andal.
"Kita akan melawan terus selama masih ada korupsi yang semakin keras dan menindas. Kita akan terus melakukan upaya lain seperti mengerahkan masyarakat sipil untuk bersama-sama mengonsolidasi orang-orang baik menyelamatkan KPK," katanya.
Pengajar UGM Zainal Arifin Mochtar melihat bahwa simfoni atau rangkaian upaya membunuh KPK bisa dikatakan hampir berhasil. Usai TWK, Ia melihat hanya ada dua senjata konstitusional.
"Pertama adalah meminta komisioner KPK untuk membatalkan hasil TWK karena itu tidak diatur dalam UU maupun peraturan manapun. Kedua adalah meminta presiden memenuhi janjinya untuk memperkuat pemberantasan korupsi," kata Zainal.
Ia berpendapat pemberhentian 75 pegawai berintegritas dan menjadi ujung tombak KPK memang tidak mematikan lembaga anti rasuah. Namun napas pemberantasan korupsi di KPK akan hilang.
"KPK ke depan akan sama seperti kejaksaan dan polisi dalam penanganan korupsi. Lantas jika seperti itu untuk apa dibutuhkan tiga lembaga untuk menangani bidang yang sama. KPK dilahirkan untuk membenahi kedua lembaga itu," katanya.
Gerakan Jogja Kompak juga didukung oleh Ketua Majelis Hukum PP Muhammadiyah Trisno Raharjo, anggota DPD DIY Afnan Hadikusumo dan Cholid Mahmud, Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana, manta Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki, Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah Dyah Puspitasari.