Jakarta, Gatra.com- Peringatan hari anti tembakau sedunia yang diadakan setiap 31 Mei, dinilai tidak pantas untuk dilaksanakan di Indonesia. Sekelompok kecil masyarakat yang menjadi penggerak peringatan tersebut tidak memahami situasi dan kondisi nasional saat ini dan sebelumnya.
Hal tersebut disampaikan Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Mohammad Nur Azami dan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) daerah Jawa Timur, Purnomo kepada pers, Senin (31/5), di Jakarta.
"Hari tanpa tembakau sedunia yang diperingati setiap tanggal 31 Mei merupakan suatu momen yang tidak patut dirayakan di Indonesia karena kita punya kepentingan dan ketergantungan sangat besar dari Industri Hasil Tembakau Nasional. Selain menyediakan lapangan pekerjaan bagi jutaan tenaga kerja Indonesia, juga pemasukan keuangan yang menopang APBN kita baik dari cukai rokok maupun dari pajak pajak lainnya," papar Ketua KNPK Azami.
Meski demikian, Azami berpendapat, sebagai negara yang menganut asas demokratis, adanya kelompok masyarakat yang ingin merayakan dan menyampaikan pendapat tentang anti tembakau, menurutnya sah-sah saja. Pendapat dan gerakan mereka, meski tidak patut, tetap harus dihormati.
"Pemerintah Indonesia sebaiknya tidak terpengaruh oleh desakan dan gerakan masyarakat anti tembakau yang akan menyelenggarakan peringatan hari anti tembakau sedunia. Jangan karena desakan masyarakat internasional atau karena khawatir citra negara kita di dunia internasional, jadi ikut ikutan mendukungan gerakan anti tembakau," papar Azami
Lebih lanjut, Koordinator KNPK ini meminta pemerintah harus melakukan kajian secara komprehensif atau menyeluruh terhadap sumbangan dan manfaat keberadaan industri hasil tembakau nasional yang selama ini telah menopang perekonomian nasional. "Pemerintah jangan hanya melihat dari sudut pengendalian tembakau nya saja tapi juga lihat kepentingan nasional dari sektor pertanian, ketenagakerjaan, keuangan dan industri, ungkap Azami.
Berbeda dengan Azami, Ketua FSP RTMM Jawa Timur, Purnomo, melihat gerakan maupun kampanye yang dilakukan oleh sekelompok kecil masyarakat yang tergabung di beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) anti rokok, harus dilawan.
"Mereka bicara dan melakukan gerakan anti tembakau, tidak melihat situasi dan kondisi negara kita. Mereka melupakan budaya dan kehidupan sosial bangsa kita. Mereka lupa, bahwa industri tembakau nasional itu menyerap jutaan tenaga kerja kita. Memberikan pemasukan pendapatan buat negara.menggerakan perekonomian masyarakat," ucapnya.
"Kampanye dan gerakan anti tembakau itu hanya menjalankan pesan pesan sponsor tertentu dari pihak tertentu yang ingin mematikan industri hasil tembakau nasional. Gerakan dan kampanye itu adalah gerakan dan kampanye melawan rakyat Indonesia. Gerakan yang ingin menghancurkan perekonomian nasional. Itu Harus dilawan," tegas Purnomo.
Purnomo mengingatkan, sekiranya kampanye yang dilakukan sebagian kecil LSM anti rokok dipenuhi pemerintah. Satu hari masyarakat dilarang merokok. Berapa juta batang rokok yang tidak terserap. Itu berarti kerugian yang amat besar bagi masyarakat sekaligus juga pemerintah. Tenaga kerja kita berhenti bekerja. Dan Pemerintah kehilangan pemasukan keuangan dari cukai puluhan triliun. "Apakah para LSM anti rokok bisa memberikan solusi atas masalah tersebut?" tanya Purnomo.
"Penyakit yang ada di masyarakat banyak disebabkan faktor lain. Bahkan pembunuh nomor satu masyarakat adalah gula yang menyebabkan penyakit kencing manis atau diabetes. Mengapa mereka tidak melakukan gerakan menghentikan atau melarang mengkonsumsi gula? Mengapa hanya rokok yang dikampanyekan untuk dihentikan?" lanjut Purnomo.
Di masa pandemi Covid-19, lanjut Purnomo, yang berimbas pada terjadinya krisis ekonomi, dimana ribuan tenaga kerja kehilangan pekerja. Perekonomian masyarakat baik di kota maupun di desa terganggu bahkan hampir ambruk. Industri rokok justru tetap bertahan dengan terus merekrut tenaga kerja. Menyumbang pendapatan bagi negara. Menggerakan perekonomian dari berbagai sektor dari hulu hingga hilir.
Industri hasil tembakau nasional harusnya dilindungi dan dilestarikan karena terlihat jelas jasanya bagi pemulihan ekonomi nasional di masa pendemic Covid 19 ini, papar Purnomo
Sependapat dengan Azami, Purnomo juga meminta pemerintah lebih bijaksana dalam menyikapi gerakan gerakan yang memusuhi industri hasil tembakau tanah air. Pemerintah harus lebih memperhatikan kepentingan nasional baik dari sisi ketenagakerjaan, pertanian dan industri. "Pemerintah harus memperhatikan kesejahteran jutaan buruh dan petani tembakau dari pada memperhatikan kampanye anti rokok yang mematikan perekonomian nasional," pungkas Purnomo.