Tel Aviv, Gatra.com – Politisi sayap kanan Israel Naftali Bennett, dari partai Yamina-nya memiliki enam kursi kunci di parlemen, mengatakan ia akan bergabung dengan koalisi pemerintahan yang dapat mengakhiri pemerintahan pemimpin terlama di negara itu, Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.
“Ini niat saya melakukan yang terbaik untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional bersama dengan teman saya Yair Lapid, sehingga, Insya Allah, bersama-sama kita dapat menyelamatkan negara dari kekacauan dan mengembalikan Israel ke jalurnya,” kata Bennett, pada hari Minggu, (30/5) usai bertemu dengan partainya sendiri, Yamina, dilansir dari stasiun berita Al Jazeera pada Senin, (31/5).
Yair Lapid, Ketua Partai Yesh Atid berhaluan sentris, telah ditugaskan untuk membentuk kabinet baru pada hari Rabu mendatang, (2/6) pukul 11:59 malam waktu setempat. Sementara itu, pernyataan Bennett merupakan langkah kunci untuk mengakhiri aturan 12 tahun Netanyahu.
Ia mengungkapkan bahwa telah membuat keputusan guna mencegah negara itu meluncur ke pemilihan umum atau pemilu kelima berturut-turut, yang hanya lebih dari dua tahun.
Beberapa menit setelah pernyataan Bennett, Netanyahu mengecam dan menyebut rencana itu “berbahaya bagi keamanan Israel”. Ia menuduh Bennett mengkhianati sayap kanan Israel serta mendesak politisi nasionalis yang telah bergabung dalam pembicaraan koalisi untuk tidak mendirikan apa yang dia sebut sebagai “pemerintah kiri”.
Di sisi lain, Bennett, seorang pembantu Netanyahu yang menjadi saingan, menuturkan tidak ada cara yang layak bagi sayap kanan untuk membentuk mayoritas yang memerintah di parlemen.
“Pemerintah seperti ini akan berhasil hanya jika kita bekerja sama sebagai satu kelompok,” ujarnya. Benneth menambahkan, bahwa setiap orang perlu menunda untuk memenuhi semua impian mereka dan mereka akan fokus pada apa yang bisa dilakukan, alih-alih berjuang sepanjang hari dengan apa yang tidak mungkin.
Diketahui, masing-masing dari empat pemilu terakhir dipandang sebagai referendum terhadap Netanyahu, yang telah menjadi tokoh polarisasi saat ia diadili atas tuduhan korupsi.