Jakarta, Gatra.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menduga ada pelanggaran maladministrasi dan malprosedur yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya dalam menangani massa pada aksi Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Pusat pada Senin (3/5) lalu.
Pernyataan ini disampaikan Perwakilan YLBHI Fauzi saat melaporkan Polda Metro Jaya ke Ombudsman RI pada Kamis (27/5).
Fauzi menyebutkan bahwa dugaan tersebut setelah massa aksi yang ditangkap dan dibubarkan paksa pada pukul 17.00 WIB, meski massa aksi yang terdiri dari mahasiswa, pelajar dan buruh ini menerapkan protokol kesehatan.
“Pertama kami, teman-teman yang aksi pada waktu itu, dari mahasiswa, pelajar, dan buruh sudah mengikuti protokol kesehatan dan mengikuti aturan aksi yang sesuai dengan undang-undang,”ucap Fauzi di Ombudsman RI, Jakarta Selatan pada Kamis (27/05).
Dugaan lain yang disebutkan yakni ada massa aksi perempuan yang dipiting atau dicekik oleh polisi laki-laki. Menurut Fauzi tindakan itu tidak sesuai dengan prosedur penanganan aksi dan seharusnya ada Polwan (polisi wanita) yang menjadi pihak yang eharusnya menangani massa aksi bagi perempuan tersebut.
Fauzi menuturkan bahwa ada pula penangkapan yang dilakukan oleh polisi terhadap 9 massa aksi yang sekarang menjadi tersangka. Hal ini menurutnya tidak sesuai dengan prosedur hukum.
“Saat ini teman-teman masih berstatus sebagai tersangka dan dikenakan wajib lapor,”ujar Fauzi.
Fauzi menyebutkan bahwa kesembilan massa aksi yang ditangkap tidak diberikan akses terhadap bantuan hukum. Walau Kepala Bidang Humas Yusri Yunus menyebutkan bahwa massa aksi yang ditahan didampingi oleh kuasa hukum.
“Kemarin ada yang menyampaikan lagi "Pak, kok, gak didampingi?" LBH aja ada di situ, kok. Bahkan menawarkan diri menyampaikan bahwa dia jadi pengacara. Didampingi pada saat diperiksa,” ucap Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan pada Selasa (04/05) lalu.
Kesembilan massa aksi yang ditangkap dijerat Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit dan pasal 216 dan pasal 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).