Slawi, Gatra.com - Puluhan warga di satu desa di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah terpapar Covid-19 setelah dua warga dilaporkan meninggal karena Covid-19. Acara hajatan yang diduga penyebab penyebaran penyakit Covid-19 itu pun langsung dihentikan.
Kasus Covid-19 dari klaster keluarga dan lingkungan tersebut muncul di Desa Bangungalih, Kecamatan Kramat, beberapa hari setelah Lebaran.
Kepala Puskemas Bangungalih Makmur mengatakan, kemunculan kasus Covid-19 berawal dari dua orang warga yang mengeluh demam, batul dan pilek dan dibawa ke rumah sakit. Saat dites swab, keduanya positif Covid-19.
"Setelah tiga hari dirawat di Rumah Sakit Mitra Siaga, dua warga itu meninggal pada 16 Mei 2021. Meninggalnya di hari yang sama, hanya beda jam," kata Makmur, Kamis (27/5).
Menurut Makmur, dua warga tersebut terdiri dari seorang mahasiswa berusia 19 tahun dan seorang ibu rumah tangga berusia 44 tahun. Keduanya tinggal di RT yang berbeda.
"Tiga hari setelah mereka meninggal, kita lakukan tracing terhadap 23 orang yang pernah kontak. Hasilnya ada 21 orang yang positif Covid-19. Mereka ada yang dari keluarga, ada yang tetangga. Jadi selain klaster keluarga, ini bisa juga disebut klaster lingkungan," ujar Makmur.
Makmur mengatakan, 21 warga yang terpapar Covid-19 seluruhnya tidak ada yang memiliki gejala, sehingga hanya menjalani isolasi mandiri di rumah. Hingga Kamis (27/5), ada 12 orang yang masih menjalani isolasi mandiri.
"Ada yang karena masih satu keluarga, isolasinya terpusat satu rumah, jumlahnya lima orang," ungkapnya.
Sekretaris Desa Bangungalih, Teguh Pujiono mengatakan, pemerintah desa sudah melakukan sejumlah upaya untuk mencegah bertambahnya jumlah kasus Covid-19, di antaranya penyemprotan disinfektan di rumah-rumah warga, serta melarang warga menggelar hajatan maupun yang berpotensi menimbulkan kerumunan.
"Acara hajatan, olahraga, hiburan organ tunggal kita setop. Penyetopan sesuai kesepakatan sampai 6 Juni. Ke depannya kita sambil pantau perkembangan kasus. Kalau ada kasus lagi kita bisa memperpanjang," ujarnya.
Menurut Teguh, langkah lockdown atau karantina satu desa juga sempat akan dilakukan untuk mencegah meluasnya penyebaran kasus. Kebijakan sudah disepakati oleh pemerintah desa, puskesmas dan pihak terkait lain.
"Sudah kami sepakati untuk melakukan lockdown, tapi setelah disosialisasikan ke warga, mereka menolak. Alasannya karena ekonomi. Nanti kalau lockdown tidak ada yang mencarikan pakan kambing, sawahnya tidak ada yang mengurus. Pertimbangannya banyak," jelasnya.