Jakarta, Gatra.com- Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), Rommy Fibri Hardianto menjelaskan perbedaan ruang kerja antara LSF dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal ini dijelaskan karena masih banyak pihak yang maaih bingung antara wilayah kerja dua lembaga negara tersebut, karena sama-sama berada di wilayah penyiaran di Indonesia.
Dijelaskan Rommy, LSF dan KPI mempunyai irisan dalam wilayah kerjanya. Hanya saja pengawasan yang dilakukan LSF terhadap produk penyiaran memang kental justru dilakukan dalam segmen sebelum produk penyiaran tersebut tayang. Hal ini berbeda dengan KPI yang melakukan pengawasan di wilayah paska tayang. "Jadi KPI itu berada di wilayah paska tayang dan lSF itu pra tayang," kata Rommy saat ditemui dalam giat penandatanganan MoU LSF dengan KPID DKI Jakarta, Selasa (25/5).
Perbedaan lain yang perlu di pahami masyarakat yakni perbedaan atutan atau regulaai yang menjadi rujukan kedua lembaga. Dijelaskan Rommy, di satu sisi KPI memggunakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dan Undang-Undang Penyiaran sebagai rujukannya.
Sedangkan, LSF menggunakan Undang-Undang Perfilman senfab rujukannya adalah aturan yg ada di perfilman. "Ini perlu sama sama dipahami. Karena P3SPS atau KPI melakukan pendekatannya Scene by scene, kalau LSF itu melihatnya secara konteks," beber Rommy.
Persepsi tersebut, yang kemudian menurut Rommy harus disamaakan. Apalagi bukan hanya masyarakat, bahkan masih banyak lembaga penyiaran belum mengetahui pemahaman tersebut. "Makanya, targetnya setelah nota kesepakatan ini dibuat, LSF kemudian bisa duduk bareng dengan KPI dalam hal ini KPID, dan lembaga penyiaran. Untuk diskusikan bagaimana bersama-sama kita membuat isi siaran yang baik dan sehat," pungkasnya.