Jakarta, Gatra.com - Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan melakukan kerja sama sebagai upaya untuk perlindungan bagi guru dan tenaga kependidikan honorer atau non-PNS.
"Kita akan memikirkan bagaimana skemanya sehingga seluruh guru dan tenaga kependidikan kami dapat memiliki perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan. Apalagi ini adalah Inpres, di mana seluruh tenaga kerja harus memperoleh perlindungan kerja," ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat menerima audiensi Pimpinan BPJS Ketenagakerjaan, di Kantor Kementerian Agama, Selasa (25/5).
"Ini agar dikaji oleh teman-teman di Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Ditjen Pendis. Coba susun kebijakan yang asertif, artinya harus bisa dilaksanakan," sambung Yaqut.
Yaqut menekankan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk memberikan rasa aman. Oleh karena itu, Yaqut mengingatkan agar kebijakan tersebut untuk memberikan perlindungan ini tidak boleh memberatkan guru dan tenaga kependidikan non-PNS yang saat ini memiliki penghasilan terbatas. "Tentunya kita harus berpikir dengan cara pikir teman-teman honorer ini. Jangan sampai (premi yang dibayarkan) akan mengurangi pendapatan teman-teman ini," tutur Menag.
Sementara, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengatakan data yang ia miliki saat ini kurang dari 50% guru madrasah non-PNS yang sudah memiliki jaminan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, Anggoro berharap dengan adanya kerja sama ini, dapat meningkatkan penggunaan BPJS Ketenagakerjaan dari kalangan guru madrasah non-PNS
"Berdasarkan data yang kami miliki, ada sekitar 49 ribu guru dan tenaga honorer yang ada di madrasah. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 21ribuan yang telah tercover BPJS Ketenagakerjaan," ungkap Anggoro.
Menurut Anggoro, guru akan mendapatkan banyak keuntungan dari BPJS Ketenagakerjaan. Sebab, nantinya guru madrasah non-PNS akan mendapatkan harga premi khusus dari masyarakat umum.
Misalnya bila tenaga kerja yang tercover jaminan kematian, itu kita bisa memberikan manfaat kepada keluarganya bila yang bersangkutan meninggal, ujar Anggoro. "Tentunya karena ini merupakan kebijakan khusus, maka kami juga akan menyediakan harga premi yang juga berbeda dengan masyarakat umum," imbuhnya.