Jakarta, Gatra.com - Masyarakat Sipil Anti Korupsi meminta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri berhenti dari kepolisian.
Permintaan berhentinya Firli dari kepolisian ini dikirimkan melalui surat oleh perwakilan Masyarakat Sipil Anti Korupsi, yakni Indonesia Corruption Watch (ICW) dan ditujukan kepada Kapolri.
"Pada hari ini Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang diwakilkan oleh Indonesia Corruption Watch mengirimkan surat kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo perihal permintaan agar penarikan atau pemberhentian Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri sebagai anggota kepolisian," ucap peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Selasa (25/05).
Pelaporan dilakukan karena Firli masih berstatus sebagai polisi aktif.
Kurnia menyebutkan bahwa menurut pengamatan pihaknya, Firli melakukan serangkaian kontroversi belakangan ini yang meruntuhkan citra Polri di mata publik.
Menurut Kurnia, kontroversi tersebut adalah pengembalian Kompol Rossa Purbo Bekti dan Firli naik helikopter mewah pada tahun 2020.
Adapun kontroversi lain yang terjadi adalah Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk 75 Pegawai KPK yang dinilai fatal.
Kurnia menyebutkan, TWK merupakan pelanggaran hukum karena tidak sesuai dengan perundangan-undangan dan ada indikasi pembangkangan perintah dari Presiden Joko Widodo.
Terkait pembangkangan terhadap perintah dari Presiden, Kurnia menjelaskan bahwa hal itu didasari oleh konsekuensi Undang-Undang KPK yang masuk rumpun kekuasaan lembaga eksekutif, sehingga dalam konteks administrasi harusnya tunduk kepada perintah presiden.
Yang kedua, didasari oleh Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang di mana dalam Undang-Undang tersebut, polisi berada di bawah Presiden.
"Yang kedua dalam UU Kepolisian secara jelas bahwa presiden adalah atasan dari Polri dan karena saat ini Firli Bahuri masih berstatus sebagai anggota Polri aktif maka dari itu kami laporkan kepada Kapolri," ujar Kurnia.
Kurnia juga menambahkan adapun pembangkangan didasari dari belum terlihatnya produk hukum untuk membatalkan surat keputusan penonaktifan 75 pegawai KPK, di saat presiden sudah memerintahkan untuk tidak melakukan pemberhentian pada 17 Mei lalu.
“Laporan ini ditembuskan kepada presiden dan divisi propam,” katanya.
Kurnia menuturkan, seandainya laporan ini dianggap sebagai laporan dugaan pelanggaran kode etik maka Kapolri dipersilakan untuk meneruskan laporan tersebut ke divisi Propam terkait.