Home Internasional Konflik Israel-Palestina Asimetris, Perlu Ada Reformasi PBB

Konflik Israel-Palestina Asimetris, Perlu Ada Reformasi PBB

Jakarta, Gatra.com - The Yudhoyono Institute, pada Selasa (25/5), menggelar webinar bertajuk: "Israel-Palestine Prolonged Conflict: What the World Can Do?". Webinar ini membahas tentang konflik berkepanjangan yang terjadi antara Israel-Palestina. Sebelumnya, eskalasi konflik antara kedua negara tersebut meningkat menjelang akhir bulan Ramadan. 

Pada kesempatan itu, Direktur The Yudhoyono Institute, Mira Permatasari, mengatakan bahwa korban yang banyak berjatuhan akibat konflik tersebut disebabkan oleh kekuatan yang tidak simetris antara kedua belah pihak. Israel, misalnya, memiliki power dan teknologi yang jauh lebih besar dari Palestina.
 
Selain itu, menurut Mira, tidak ada intervensi dari pihak internasional. Pasalnya, konflik berlarut-larut hingga 11 hari, dan resolusi internasional tidak berjalan satu arah dalam memandang pertikaian tersebut. "Kita melihat kekerasan ini hari demi hari tanpa melakukan sesuatu," kata dia. 
 
Karena itu, Mira mendorong agar PBB perlu direformasi. Sebab, selama konflik Israel-Palestina terus bergulir, ada beberapa negara yang memiliki hak prerogatif untuk menghentikan sementara resolusi yang ingin dicapai oleh negara-negara lain. Hak itu, misalnya, turut dimiliki oleh Amerika Serikat yang juga mendukung Israel secara terbuka. "Ini bukan era pasca Perang Dunia lagi. Semua orang bisa bertindak cepat di zaman canggih ini," kata dia. 
 
Sementara itu, Dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII), Mohamad Rezky Utama, mengatakan bahwa konflik Israel-Palestina harus dilihat dari perspektif kemanusiaan. "Banyak warga Palestina yang tidak mendapatkan hak-hak hidup manusia," ujarnya. 
 
Rezky juga meminta agar masyarakat Indonesia bisa mempelajari konflik secara komprehensif agar bisa memposisikan sudut pandang. Ia juga berharap agar pemerintah Indonesia dapat menjadi leader dan menjembatani perbedaan sudut pandang dan pemahaman yang terjadi di antara masyarakat Indonesia. "Kita harus pelajari sejarah tanah tersebut, melihat ke sisi HAM, dan secara aktif mengedepankan perdamaian," ucap Rezky. 

 

 
 
 
239