Jakarta, Gatra.com – Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, mengungkapkan bahwa apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilemahkan dengan disingkirkannya sejumlah karyawan berintegritas, maka lembaga anti-rasuah tersebut jadi tak punya perbedaan peran dengan kejaksaan dan kepolisian.
“Kalau saya bayangkan para 'pemberontak' [sejumlah 75 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)] ini dihilangkan dari KPK, menurut saya, KPK tidak ada bedanya dengan kejaksaan dan kepolisian,” ujar Zainal dalam webinar bertajuk “TWK KPK, Hidup Mati Pemberantasan Korupsi” yang digelar pada Senin petang (24/5).
“Jadi menurut saya, KPK akan kembali ke kebiasaan lama di penegakan hukum anti-korupsi. Ngapain kita punya tiga lembaga?” lanjut Zainal.
Apabila KPK dilemahkan, Zainal menilai bahwa yang akan dipertontonkan kepada rakyat Indonesia adalah pemberantasan korupsi dengan gaya kejaksaan dan kepolisian. Padahal, menurutnya, negara harus hadir menyediakan persembahan kepada rakyatnya dalam bentuk penanganan tindak pidana korupsi yang penuh integritas.
“Saya membayangkan harus ada tindakan penegas dari negara, yaitu melindungi pemberantasan korupsi yang berjalan seperti gaya para renegade [pemberontak],” ujar Zainal.
Pemberontak yang dimaksud oleh Zainal adalah sejumlah 75 karyawan KPK yang dikenal berintegritas dalam menangani perkara-perkara tindak pidana korupsi, salah satunya adalah Novel Baswedan.
Hanya saja, Novel menjadi satu dari sejumlah 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK KPK. Padahal, pada saat dilukai oleh semburan air keras di area matanya sekitar empat tahun lalu, ia sedang menangani perkara-perkara besar, salah satunya adalah kasus korupsi e-KTP.
Dengan tersingkirnya Novel dari KPK, banyak pihak menilai bahwa lembaga independen anti-rasuah tersebut telah kehilangan taringnya. Harapan Indonesia menjadi negara bebas korupsi dinilai kian menipis.