Jakarta, Gatra.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) disebut tengah menerapkan tiga langkah untuk melindungi warga negara di ruang digital. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kemenkominfo, Semuel A. Pangerapan menyatakan melalui Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat, menerapkan tiga langkah kebijakan yaitu kewajiban pendaftaran PSE, moderasi konten dan pemberian akses untuk pengawasan dan penegakan hukum.
Sesuai Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara wajib melindungi segenap tumpah darah Indonesia. PM Kominfo 5/2020 disusun 'untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia' dari berbagai ancaman di ruang digital. "Pemerintah memiliki tugas untuk melakukan perlindungan atas data di ruang digital, serta peredaran konten negatif, seperti penyalahgunaan data pribadi, eksploitasi seksual pada anak, hingga radikalisme terorisme berbasis digital," jelasnya dalam Konferensi Pers secara virtual dari Media Center Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin (24/5).
Semuel mengakui dalam beberapa waktu terakhir beredar informasi mengenai substansi Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (PM Kominfo 5/2020). Menurunya, PM Kominfo 5/2020 itu memiliki tiga fokus, pertama kewajiban pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (PSE Privat). Kedua, moderasi konten dalam sistem elektronik, dan ketiga pemberian akses sistem elektronik dan/atau data elektronik untuk kepentingan pengawasan dan penegakan hukum pidana.
"Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berterima kasih atas perhatian dan partisipasi publik dalam membahas PM Kominfo 5/2020 yang menunjukkan kehidupan iklim demokrasi yang sehat," ungkapnya.
Tenggat Pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE)
Mengenai kewajiban pendaftaran PSE bagi seluruh PSE yang beroperasi di Indonesia, Semuel menyatakan hal itu telah diatur pada PM Kominfo 5/2020. Menurutnya pelaksanaan pendaftaran sesuai dengan amanat Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
Pendaftaran PSE Privat dilakukan melalui sistem Online Single Submission - Risk Based Approach (OSS-RBA)/sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui sistem Online Single Submission (OSS) yang dikelola oleh Kementerian Investasi/BKPM, jelasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan Sistem OSS-RBA direncanakan akan berlaku efektif pada tanggal 2 Juni 2021. Sehingga tenggat waktu pendaftaran PSE Privat pada PM 5/2020 yang sebelumnya jatuh pada 24 Mei 2021, disesuaikan dan diperpanjang dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak waktu pemberlakuan efektif sistem OSS-RBA, tandasnya.
Ketentuan perubahan tersebut, imbuh Semuel, diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020. PSE Privat yang tidak melakukan pendaftaran dapat diputus aksesnya, tegasnya.
Di sisi lain, Dirjen Aptika Kemenkominfo itu menegaskan bahwa PP 71/2019 mengamanatkan agar hilirisasi kegiatan ekonomi digital dapat terus ditingkatkan. Penyusunan PM Kominfo 5/2020 merupakan salah satu bentuk dukungan serta kehadiran pemerintah untuk menjaga data-data masyarakat seiring dengan meningkatnya pemanfaatan data dalam ekonomi digital. Keseluruhannya merupakan upaya Pemerintah untuk memajukan, menjaga, dan melindungi negara serta masyarakat Indonesia, tuturnya.
Oleh karena itu, Semuel mengimbau agar tidak menyebarluaskan informasi atau analisa sepihak mengenai PM Kominfo 5/2020. Apalagi yang mengaitkan Peraturan Menteri itu dengan analisis yang tidak komprehensif.
"Kami mengimbau agar semua pihak untuk menahan diri dari upaya penyebaran informasi tidak tepat khususnya analisis terkait ketentuan PM Kominfo 5/2020 yang disusun secara sepihak, tanpa terlebih dahulu meneliti dan melakukan konfirmasi kepada pihak terkait, serta tidak mengedepankan asas kehati-hatian," pintanya.
Dalam konferensi pers tersebut, Semuel menilai penyebaran informasi tersebut dapat menyebabkan kekacauan informasi (information disorder) dalam bentuk disinformasi dan misinformasi.
"Kami mengimbau agar masyarakat dapat berhati-hati mencerna informasi yang beredar dan jangan sampai terjebak dalam jeratan misinformasi dan disinformasi yang disebarkan oleh kelompok-kelompok tertentu yang seolah-olah mengatasnamakan masyarakat," tutupnya.