Jakarta, Gatra.com - Barang kali akan teramat sulitlah mencari orang yang bisa membantah bahwa dulunya di bumi ini, semua bermula dari hutan.
Desa, kota kecil bahkan kota besar, semuanya bermula dari sana, tak terkecuali lahan-lahan yang dipakai untuk bertanam tanaman nabati seperti Kelapa Sawit (Palm Oil), Kedelai (Soybean), Rapa (Rapeseed) maupun Bunga Matahari (Sunflower).
Sebaliknya, akan sangat banyak orang yang sepakat bahwa setelah hutan berganti menjadi kampung, kota dan bahkan kebun, polusi udara pun muncul.
Sebab sejak awal, dalam mindset orang, hutan adalah penghasil oksigen dan penyerap karbon.
Tapi siapa sangka, bahwa ternyata ada tanaman kebun yang daya serap Karbonnya jauh lebih tinggi dari hutan, termasuk kemampuannya untuk menghasilkan Oksigen. Namanya Kelapa Sawit.
Adalah Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) yang kemudian mencari tahu seperti apa peran kelapa sawit ini terhadap alam.
PASPI mondar-mandir mencari tahu lantaran sudah terlalu banyak dan lama tudingan bahwa sawit adalah tanaman perusak, rakus air dan bahkan sumber penyakit.
"Ada sederet hasil penelitian dunia yang kami dapatkan. Dari semua itu, kami menyimpulkan bahwa sawit adalah tanaman yang paling pandai membalas jasa di antara tanaman nabati lainnya," cerita Direktur Eksekutif PASPI, DR. Tungkot Sipayung saat berbincang dengan Gatra.com, kemarin.
Lelaki 55 tahun ini kemudian mencomot hasil penelitian Robert Henson. Ahli ekofisiologi asal Oklahoma City, Amerika Serikat yang menyebut bahwa tiap hektar sawit mampu menyerap 64,5 ton Karbondioksida dan menghasilkan 18,7 ton Oksiden.
Angka ini malah lebih tinggi dari kemampuan satu hektar hutan alam yang hanya bisa menyerap 42,4 ton Karbondioksida dan menghasilkan 7,1 ton Oksigen.
"Karbondioksida yang banyak bertebaran di kota, diserap sawit ini dan kemudian menggantinya dengan oksigen yang banyak, luar biasa!" katanya.
Soal kemampuan tiga rekan sawit tadi kata Ketua Tim Lintas Kementerian dan Asosiasi Penyusunan Roadmap Industri Sawit Indonesia ini, belum ada hasil penelitiannya.
"Tapi gambaran terdekatnya bisa ditengok dari rasio produktivitas atau protas minyaknya. Pola pendekatannya, prinsip biologilah," Tungkot menggambarkan.
"Kalau protas minyak sawit 4,3 ton perhektar dan Soybean 0,45 ton perhektar, maka penyerapan CO2 Soybean adalah 0,1x64,5 ton CO2/ha = 6.4 ton CO2/ ha. Begitulah perbandingan hitungannya," Tungkot memperkirakan.
Sebagai tanaman idustri kata Tungkot, peran minyak nabati dari hasil produksi empat sekawan tadi terus berkembang, kebutuhan pun semakin tinggi.
"Kalau cuma untuk memenuhi kebutuhan pangan, total kebutuhan menuju 2050 mencapai 260 juta ton. Tapi jika ditambah dengan kebutuhan biofuel dan oleokimia, bisa mencapai 500-600 juta ton," Tungkot merinci.
Untuk memenuhi kebutuhan itu, otomatis produksi empat sekawan ini musti lebih digenjot lagi. Di sinilah kemudian masalah baru akan muncul.
Sebab kata Tungkot, kalau sawit tak ada, luas hutan yang harus dibabat lagi untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati itu akan mencapai 167 juta hektar.
Soybean menjadi pembabat terbesar; 112 juta hektar, Rapeseed 30 juta hektar dan Sunflower 25 juta hektar.
Tapi kalau sawit dilibatkan dan produktivitas sawit digenjot hingga dua kali lipat, Tungkot memastikan bahwa deforestasi tak akan terjadi. Lho?
"Ya iyalah. Tiap hektar sawit itu sudah jelas bisa bisa menghasilkan 4,3 ton minyak. Rapeseed hanya 0,7 ton, Sunflower 0,52 ton dan Soybean 0,45 ton," Tungkot merinci lagi.
Kalau produktifitas minyak sawit digenjot dua kali lipat, berarti dalam sehektar bisa menghasilkan 8,6 ton minyak. Hasil ini bisa memenuhi kebutuhan dunia.
"Dan kita musti ingat baik-baik, hanya produksi sawit lah yang bisa digenjot, tiga rekannya itu enggak bisa lagi, sudah mentok!" tegasnya.
Inilah yang kemudian menjadi unik itu. Soalnya saat ini luas kebun kelapa sawit di dunia, hanya 24 juta hektar. Dari luasan itu, 16,38 juta tumbuh di Indonesia.
Tapi, luas lahan Soybean justru mencapai 127 juta hektar. Rapeseed 35,5 juta hektar dan Sunflower 27,6 juta hektar.
Kalau dikaitkan lagi ke cerita awal tanah bahwa semua bermula dari hutan, pertanyaan yang kemudian muncul, kebun mana yang paling banyak membabat hutan?
Abdul Aziz