Jakarta, Gatra.com - Uni Eropa masih tetap keukeuh dengan pendirian dan cara berpikirnya, bahwa paling lambat tahun 2030, minyak yang berbau sawit, musti lenyap dari Benua Biru itu.
Tadinya, khusus pencampuran minyak sawit untuk biodiesel, sudah akan dihentikan tahun ini, tapi lantaran produsen sawit protes --- Indonesia dan Malaysia --- disepakatilah pengurangan minyak sawit berangsur sampai benar-benar berhenti pada 9 tahun mendatang.
Alasan penghentian penggunaan minyak sawit ini masih sama; bahwa di benak mereka, tanaman asal Mauritius Afrika itu adalah pemicu penggundulan hutan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jadi, kalau penggunaan minyak sawit dihentikan, Uni Eropa beranggapan, deforestasi dunia akan berkurang, lingkungan global akan lebih baik.
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung hanya senyam-senyum dengan anggapan itu.
"Itukan kata mereka. Sekarang, mari kita buktikan apakah omongan mereka itu betul, atau malah sebaliknya," kata doktor Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) ini saat berbincang dengan Gatra.com, Jumat (21/5).
Selama ini kata Tim Ahli Pemerintah pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam menghadapi kebijakan Renewable Energy Directives (RED II) ILUC Uni Eropa ini, saban tahun Uni Eropa membeli minyak sawit 8 juta ton. Sekitar 3 juta ton dipakai untuk bahan baku biodiesel.
"Kalau Uni Eropa tak memakai minyak sawit lagi untuk biodieselnya, berarti mereka menggantinya dengan minyak nabati lain. Minyak kedelai (soybean) misalnya, tentu dengan volume yang sama," lelaki 55 tahun ini berasumsi.
Jika anggapan ini betul kata lelaki kelahiran Simalungun ini, negara produsen kedelai di USA, Brazil atau Argentina mau tak mau harus menaikkan volume produksi minyak kedelainya.
"Untuk meningkatkan produksi minyak kedelai ini, mau tak mau pula, mereka harus ekspansi lahan kedelai yang lebih luas toh?" ujar Tungkot.
Bila merujuk pada data Oil World tahun 2019, produktivitas minyak kedelai dunia hanya 0,5 ton per hektar. Ini berarti, Uni Eropa musti menyiapkan lahan 6 juta hektar untuk memenuhi kebutuhan pengganti minyak sawit yang 3 juta ton tadi.
"Untuk ekspansi kebun kedelai ini, kayaknya mereka akan mengkonversi hutan (melakukan deforestasi) di Amerika Selatan. Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah pelarangan minyak sawit untuk biodiesel di Uni Eropa ini menghentikan deforestasi, atau malah mendorong deforestasi dunia yang lebih luas?" Tungkot bertanya.
Abdul Aziz