Banyumas, Gatra.com – Dugaan pemerasan dengan modus permintaan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan (LPJ) pemerintah desa yang dilakukan oleh Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Jawa Tengah, Subroto alias SS, terkuak di Banyumas. Pemerasaan dengan modus yang sama diduga juga terjadi di kabupaten-kabupaten lainnya di Jawa Tengah.
Kuasa Hukum pelapor dugaan pemerasan kades di Banyumas, Happy Sunaryanto mengatakan salah satunya terjadi di Purbalingga, Jawa Tengah. Di wilayah kabupaten sebelah timur utara Banyumas tersebut, GNPK juga menyurati para kepala desa untuk menyerahkan LPJ.
Serupa dengan di Banyumas, kata dia, terduga pelaku menyurati kepala desa untuk menyerahkan LPJ. Dari LPJ tersebut lantas diaudit secara mandiri oleh GNPK dan seolah-olah muncul angka kerugian negara, yang diduga korupsi.
“Diaudit oleh mereka. Kemudian muncul kerugian negara. Kerugian negara ini yang dipakai untuk menakut-nakuti kepala desa,” katanya, Kamis malam (20/5).
Beruntung, di Kabupaten Purbalingga kasus ini tak sampai menyebabkan korban. Pasalnya, sebelum ditindaklanjuti oleh tersangka Subroto alias SS, kasus pemerasan dengan modus LPJ itu terkuak di Banyumas. Belakangan Subroto ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Polresta Banyumas.
Seperti diberitakan sebelumnya, penyidik Satreskrim Polresta Banyumas, Jawa Tengah menahan Subroto alias SS (57), ketua sebuah ormas di Jateng yang diduga melakukan tindak pidana pemerasan terhadap sejumlah kades di Banyumas. Penahanan dilakukan seturut ditetapkannya Subroto sebagai tersangka.
Kepala Satreskrim Polresta Banyumas, Kompol Berry mengatakan penahanan dilakukan setelah yang Subroto menjalani pemeriksaan sebagai tersangka sejak Senin (17/5/2021). Dengan pertimbangan hukum dan subyektivitas penyidik, polisi akhirnya menahan Subroto.
"Saat ini sudah ditahan di Polresta Banyumas atas dugaan tindak pidana pemerasan dengan kekerasan," kata Kasat Reskrim Polresta Banyumas, Kompol Berry, dalam keterangannya, dikutip Kamis (20/5).
Dia menegaskan,penahanan terhadap tersangka juga dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Di antaranya, kekhawatiran tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi perbuatan.
Berry mengungkapkan, kasus ini mengemuka setelah Wagiyah (54), Kades Sibrama, Kecamatan Kemranjen melaporkan Subroto atas dugaan pemerasan. Usai menerima laporan, Satreskrim mulai menggelar penyelidikan.
Dari hasil penyelidikan terungkap ada empat kepala desa lain yang juga menjadi korban pemerasan oleh tersangka. Empat desa di Kecamatan Kemranjen itu antara lain Petarangan, Grujugan, Karanggintung, dan Sibalung. Total kerugian mencapai Rp 375 juta. Polisi juga mengungkap modus dugaan pemerasan, yaitu dengan mengancam kepala desa perihal penyelenggaraan pemerintahan desa.
Penyidik Polresta Banyumas menjerat tersangka dengan Pasal 368 KUHP subsider 369 KUHP lebih subsider 335 KUHP. Tersangka terancam hukuman maksimal sembilan tahun penjara.