Home Hukum Pakar Hukum Pidana: Dahulukan Sanksi Administrasi

Pakar Hukum Pidana: Dahulukan Sanksi Administrasi

Jakarta, Gatra.com – Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, menyampaikan bahwa harus memilih sanksi administratif jika ada suatu perbuatan yang menimbulkan sanksi pidana dan administratif.

"Kalau ada sebuah perbuatan yang bisa dikenai sanksi pidana dan administratif, maka sanksi administratif dahulu yang digunakan," kata Huda menjawab pertanyaan kuasa hukum terdakwa Joko Mogoginta dan Budi Istanto, Tetty Diansari di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/5).

Huda yang diajukan sebagai saksi ahli hukum pidana dari kubu terdakwa dalam sidang perkara pidana pasar modal itu, ditanya soal pendapat saksi ahli sebelumnya yang berpendapat lebih menerapkan sanksi pidana karena dalam UU Pasar Modal tidak ada keharusan penerapan sanksi administratif terlebih dahulu.

Menurut Huda, mempelajari undang-undang jangan hanya mempelajari kosa katanya, tetapi juga asasnya karena hukum itu dimaknai salah satunya melalui asasnya. Dalam ilmu hukum dikenal asas ultimum remedium, yakni sanksi pidana merupakan pilihan terakhir dalam penegakan hukum. Ia berpendapat bahwa perkara yang didakwakan kepada kedua mantan PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF) ini harusnya masuk ranah administratif, bukan pidana.

"Jadi menurut saya seharusnya peristiwa seperti ini tidak bisa langsung dibawa ke ranah pidana, tetapi lebih dahulu diberi sanksi administrasi. Apalagi dampaknya terhadap pasar modal juga tidak terlihat," ujarnya.

Menurut Huda, jika benar otoritas mengenakan sanksi administarif terhadap beberapa perusahaan yang melanggar UU Pasar Modal dan sebaliknya untuk kedua terdakwa, maka itu merupakan sebuah tindakan diskriminantif.

Labih lanjut Huda menjelaskan bahwa seandainya PT TPSF sudah dijatuhi sanksi administratif dan tidak menjalankannya, maka yang harus dimintai pertanggungjawaban pidananya adalah pihak korporasi, bukan pribadi. Pasalnya, LKT sudah sesuai dengan aturan dan telah diperiksa auditor independen dan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

"Kalau menerbitkan laporan keuangan tanpa diperiksa oleh auditor independen, maka direksi bertanggung jawab secara pribadi tetapi ini kan persoalannya sudah diperiksa oleh auditor independen sehingga sudah mengikuti ketentuan OJK," katanya.

Dalam perkara ini, Jaksa Penuntu Umum (JPU) mendakwa Joko Mogoginta dan Budhi Istanto melanggar Pasal 90 huruf a juncto Pasal 104 UU Pasar Modal juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana; Pasal 90 huruf c juncto Pasal 104 UU Pasar Modal juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana; Pasal 93 juncto Pasal 104 UU Pasar Modal juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana; Pasal 107 UU Pasar Modal juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1.

1989

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR