Salatiga, Gatra.com – Wali Kota Salatiga Yuliyanto, SE, MM yakin bisa membawa ketela ke kancah internasional melalui Unesco Creative Cities Network (UCCN) di bawah PBB.
Olahan ketela ini dipilih karena adanya perubahan perilaku masyarakat modern, yang saat ini tidak lagi mencari roti, melainkan ketela atau singkong dengan cita rasa modern.
Wali kota yakin, dengan olahan ketela bisa membawa Kota Salatiga dikenal oleh masyarakat internasional. Sebab, partisipasi masyarakat dan UKM khususnya bidang makanan olahan singkong di Kota Salatiga, telah mampu memberikan kontribusi aset sebesar Rp15 miliar per tahun.
“Ini sangat luar biasa. Meskipun tanpa ada bantuan dari Pemerintah yang mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah, tetapi dari para pelaku usaha kuliner berbahan dasar ketela atau singkong ini bisa mendatangkan pendapatan sebesar Rp15 miliar di Kota Salatiga,” ungkapnya.
Yuliyanto mengakui yang berbelanja tidak hanya warga Kota Salatiga, melainkan juga dari masyarakat luar kota. “Namun semuanya telah memacu perputaran uang di Kota Salatiga,” sebutnya.
Yuliyanto sendiri telah mencanangkan Kota Salatiga sebagai Kota Kreatif Kuliner ‘Goes To UCCN’, di Rumah Dinas Wali Kota, Rabu (19/5), bersama anggota Forkopimda, Ketua Tim Penggerak PKK, Sekda, Asisten Sekda, seluruh pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD), serta Komunitas Ekonomi Kreatif di Kota Salatiga.
Yuliyanto menyampaikan jika sebelum pencanangan, tepatnya sekitar 6 bulan lalu, dia menerima informasi dari Kemenparekraf terkait adanya proyeksi Kota Salatiga sebagai Kota Kreatif Dunia. Awalnya, Pemkot berencana memilih sektor literasi karena Kota Salatiga sudah empat kali berturut-turut berhasil meraih predikat sebagai Kota Toleran.
Namun, setelah melalui diskusi yang melibatkan masyarakat dan melalui tahapan yang cukup panjang, akhirnya diputuskan untuk memilih sektor kuliner.
Sebagai kegiatan pembangunan yang tidak akan sukses tanpa partisipasi atau kontribusi dari seluruh lapisan masyarakat, wali kota memohon dukungan agar keinginan Kota Salatiga untuk bisa lebih dikenal di dunia internasional melalui kuliner berbahan dasar ketela bisa terwujud.
“Upaya pembangunan yang spesifik membangun manusia. Spesifik lagi membangun kuliner, dan lebih spesifik lagi membangun makanan olahan singkong karena memiliki nilai ekonomi dan multiplier effect yang positif,” bebernya.
Dengan memilih kuliner berbahan dasar singkong ini diharapkan akan menumbuhkembangkan kuliner lain seperti kopi dan makanan olahan lainnya. “Masyarakat tidak perlu berkecil hati, karena makanan ketela tidak lagi dikenal sebagai makanan orang kampung,” terangnya.
Dia melanjutkan, masyarakat perkotaan, restoran, dan kafe sudah banyak yang menyediakan makanan tradisional berbahan dasar ketela, bahkan menganggapnya sebagai makanan favorit.
“Saat ini, kota di Indonesia yang sudah masuk sebagai Kota Kreatif Dunia diantaranya Pekalongan, Kota Bandung dan Kota Ambon. Sebenarnya Kota Solo sudah sangat ingin bisa masuk dan mengikuti kota kreatif dunia ini, tetapi belum berhasil,” terangnya.
Dia berharap, kerja keras semua pihak untuk mem-branding Kota Salatiga dapat berhasil. “Tentu akan menambah rasa bangga kita sebagai masyarakat Kota Salatiga, kota yang livable dan lovable, kota yang banyak diidam-idamkan orang, dan kota yang memiliki angka harapan hidup tinggi karena tingkat stres dan biaya hidup yang rendah,” tegas Yuliyanto.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Salatiga, Valentino T Haribowo menyampaikan, banyak prestasi yang ditorehkan oleh Pemerintah Kota Salatiga selama ini. Namun belum lengkap jika Kota Salatiga belum berpredikat sebagai salah satu kota yang bergabung di Unesco Creative Cities Network (UCCN) atau Jaringan Kota Kreatif Dunia.
Multiplier effect dari sektor kuliner juga telah berimplikasi mewujudkan Salatiga yang SMART sehingga Salatiga layak menyandang julukan sebagai livable dan lovable city. Tak dipungkiri, kota yang layak huni dan penuh kearifan lokal ini memiliki pendapatan perkapita penduduk di atas rata-rata dengan IPM tertinggi ke-2 di Jawa Tengah dan angka kemiskinan terendah.