Home Gaya Hidup Penguatan Literasi dari Hulu Hingga Hilir

Penguatan Literasi dari Hulu Hingga Hilir

Jakarta, Gatra.com – Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Muhammad Syarif Bando, menyampaikan bahwa penguatan budaya literasi harus digalakan dari hulu hingga hilir.

Syarif dalam talkshow gelaran Pusat Analisis Pengembangan Perpustakaan dan pengembangan Budaya Baca di Jakarta, Senin (17/5), menyampaikan, terkait itu, pihaknya mengangkat tema "Integrasi Penguatan Sisi Hulu dan Hilir Budaya Literasi dalam Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial" pada usia ke-41 Perpusnas.

Menurutnya, 41 tahun bukanlah waktu yang singkat bagi Perpusnas dalam menggalakkan kegemaran membaca untuk meningkatkan budaya literasi masyarakat Indonesia.

Sedangkan soal pandemi Covid-19 yang membatasi masyarakat datang ke perpustakaan, Syarif mengungkapkan bahwa pihaknya sudah terbilang siap menghadapinya, karena sejak 2015 lalu telah mulai bermigrasi ke konten digital.

Upaya tersebut ditunjukkan raihan Perpusnas telah menjadi salah satu perpustakaan terbaik dunia dalam menyajikan jurnal ilmiah dalam 2 tahun terakhir. Salah satu buktinya, sesuai data bahwa sebanyak 6,5 juta orang pengguna aktif dalam konten digital Perpusnas yang mengakses 3-4 miliar artikel ilmiah.

Meski demikian, berdasarkan data Perpusnas bahwa baru 30 juta penduduk Indonesia dengan digitalisasi konten ilmu pengetahuan. Sebanyak 6,5 juta dari 30 juta di antaranya, mengaku tidak bisa memisahkan hidupnya dari ilmu pengetahuan berbasis digital.

"Itu artinya, masih terdapat kesenjangan 240 juta penduduk Indonesia yang belum terkoneksi. Ini ruang yang harus dibangun bersama," ucapnya. 

Orang nomor satu di Perpusnas ini menepis anggapan bahwa orang Indonesia malas membaca. Menurutnya, budaya literasinya sudah cukup tinggi. Salah satu fakta yang menjadi buktinya, yakni peninggalan sejarah pada abad ke-2 di Kerajaan Kutai Kartanegara.

Peninggalan sejarah itu berlanjut ke Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan peradaban yang tercipta pembangunan Candi Borobudur pada 724 Masehi. Sementara di benua lain, baru pada abad ke-15 Christopher Colombus menemukan benua Amerika, lalu Abel Tasman menemukan Selandia Baru seabad kemudian.

Berdasarkan bukti tersebut, lanjut dia, sejumlah negara di Benua Eropa mengakui bahwa Indonesia sebagai negara tertua seribu tahun dari mereka. "Bagaimana bisa kita katakan Indonesia mempunyai budaya baca yang rendah?” ujarnya.

Ia berpendapat, jika banyak penelitian yang menyampaikan bahwa budaya membaca orang Indonesia masih rendah, itu karena masalah ketersediaan buku yang belum merata di berbagai pelosok negeri ini. Pasalnya, 1 buku ditunggu oleh 90 orang untuk dibaca.

"Indonesia hanya kekurangan buku. Merujuk ketentuan UNESCO, Indonesia masih kekurangan 500 juta buku yang harus didistribusi," ungkap Syarif.

Soal masih kurangnya buku, kata Syarif, tahun ini pihaknya kian masif meminta para pelaku di sisi hulu untuk menulis. Para pakar, dosen, guru bisa menulis buku sebanyak mungkin untuk disebarluaskan ke seluruh negeri.

Menurutnya, hilir dari proses literasi ini adalah penciptaan barang dan jasa baru. Indonesia harus menjadi negara produsen, bukan hanya pemakai.

Pandemi Covid-19 pun harus ditangkap sebagai peluang. Sekitar 30 juta orang yang kehilangan lapanan pekerjaan, bisa datang ke perpustakaan di daerahnya masing-masing untuk mendapatkan stimulan dan pelatihan sehingga dapat melahirkan lapangan kerja baru.

Pembukaan lapangan kerja itu tentunya sesuai dengan keahlian dan modal yang mereka punya, lewat program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial.

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR, Putra Nababan, menyampaikan, dimulainya digitalisasi konten Perpusnas jauh sebelum pandemi ini sangat menguntungkan sehingga masyarakat bisa mengakses berbagai jurnal ilmiah ketika pandemi merebak.

Menudung pernyataan Syarif, Putra menukil data Badan Pusat Statistik (BPS) soal peningkatan literasi. "Meski sedikit, tapi ini cukup signifikan. Apalagi pada saat pemerintah memberikan bantuan pulsa pada murid, dosen dan guru, fasilitas layanan perpustakaan itu dinikmati," ujarnya.

Putra pun meminta Perusnas untuk terus berupaya meningkakan gerakan literasi secara optimal meskipun ada keterbatasan anggaran karena difokuskan pada penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

"Program transformasi ini harus didanai, harus dibuat masif, karena ini solusi. Catatannya, harus berkolaborasi dengan UKM dan ekonomi kreatif, karena membaca itu sudah arahnya ke sana," katanya.

126