Jakarta, Gatra.com – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menggelar sidang perkara penyebaran berita bohong atas terdakwa aktivis Koalisi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat pada Senin (17/5).
Sidang hari ini beragendakan mendengarkan keterangan saksi yang meringankan terdakwa. Ada dua saksi yang dihadirkan, yaitu Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati dan Sekjen Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Damar Panca Mulya.
Dalam keterangannya, Nur Hidayati menjelaskan bahwa penolakan WALHI terhadap Omnibus Law – UU Cipta Kerja karena aturan ini berpotensi mencederai keadilan lingkungan dan keadilan sosial. Selain itu, WALHI sebagai pihak yang dimintai pendapat juga tidak diberi draft Rancangan UU meski telah meminta kepada pemerintah.
“UU ini dibikin tanpa adanya partisipasi masyarakat. Pembahasannya sangat tertutup dan hanya melibatkan kalangan pebisnis. Tidak ada perwakilan masyarakat sipil,” tuturnya.
Karena itu, WALHI melakukan sejumlah upaya untuk menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja, seperti konferensi pers, surat terbuka, hingga demonstrasi. Pasalnya, pemerintah tidak merespon hasil kajian yang disampaikan WALHI.
Sementara itu, Damar Panca menyatakan KPBI menolak Omnibus Law sebab merugikan kaum buruh dan tidak ada ruang partisipasi saat penyusunannya. Mereka pun sempat menggelar demonstrasi meminta DPR menolak draft yang diberikan pemerintah.
“Kami melakukan aksi protes ke DPR dan Pemerintah, untuk memberi masukan bahwa banyak hak buruh yang mengalami penurunan,” katanya.
Dia menambahkan UU Cipta Kerja mengakibatkan penghilangan batas minimal pengupahan, status kontrak yang bisa seumur hidup, hingga pengurangan pesangon. Menurutnya, hal itu bertentangan dengan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak seperti tertuang dalam UUD.
Kedua saksi mengaku baru mengetahui cuitan Jumhur setelah membaca pemberitaan media massa tentang penangkapannya. “Saya tidak tahu akun Twitter Jumhur. Tidak lihat postingan terdakwa. Saya baru melihat setelah adanya kasus ini, setelah ramai di media massa,” tegas Nur Hidayati.
Sebelumnya, Jumhur didakwa telah menyebarkan berita bohong dan kebencian, sehingga menimbulkan kericuhan karena kritiknya lewat akun Twitter pribadinya. Dalam cuitannya pada 7 Oktober 2020, dia menyebut Omnibus Law adalah Undang-Undang yang dibuat untuk investor primitif dan pengusaha rakus.
"UU ini memang untuk investor primitif dari RRC dan pengusaha rakus. Kalau investor beradab ya seperti di bawah ini. 35 investor asing nyatakan keresahannya terhadap pengesahan UU Cipta Kerja," cuit Jumhur saat itu.
Terkait dengan unggahan dan dakwaan itu, Jumhur dijerat dengan dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.