Jakarta, Gatra.com - Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat dan enam tersangka lainnya yang terjerat kasus jual beli jabatan bakal ditahan di Bareskrim Polri. Hal itu disampaikan oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono dalam konferensi pers yang digelar pagi ini, Selasa (11/5) di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
"Para tersangka ini mulai hari ini akan kita lakukan penahanan di Bareskrim Polri. Ini adalah bentuk koordinasi yang kita lakukan dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk beberapa tindak pidana korupsi yang kita lakukan saat ini," kata Argo.
Argo menambahkan, beberapa tersangka yang sebagian besar merupakan camat-camat di daerah itu, akan dibawa dengan bus dari Nganjuk ke Jakarta. Alasannya, saat ini sudah masuk Operasi Ketupat dan pembatasan mobilitas untuk membendung penyebaran Covid-19.
"Terbatas, dengan pesawat berbatas, kemudian kereta api terbatas, sehingga kita menggunakan SOP (Standar Operasional Prosedur) menggunakan bus yang dikawal oleh kepolisian Polda Jawa Timur dibawa ke Jakarta," ungkap Argo.
Argo menyebut, penangkapan para tersangka didapatkan dari hasil pemeriksaan terhadap 18 saksi.
Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dijerat sebagai tersangka jual beli jabatan oleh Bareskrim Polri. Penetapan itu dilakukan setelah tim gabungan Direktorat Tipidkor Bareskrim Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan Novi Rahman Hidayat dan beberapa camat di jajaran Kabupaten Nganjuk pada Ahad tanggal 9 Mei 2021 sekitar pukul 19.00 WIB.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto menyebut Novi mematok harga dari Rp10-150 juta untuk pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
"Jadi dari informasi penyidik tadi, untuk di level perangkat desa itu antara Rp10 juta sampai Rp15 juta, kemudian untuk jabatan di atas itu, sementara yang kita dapat, informasinya Rp150 juta," kata Agus saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/5).
Agus menengarai ada harga lain untuk jabatan yang lebih tinggi. Ia menyebut para perangkat desa se-Nganjuk diduga memberi suap untuk mendapat jabatan.
"Kalau tadi informasinya hampir di semua desa, perangkat desanya lakukan pembayaran. Jadi kemungkinan jabatan-jabatan lain juga dapat perlakuan yang sama," jelasnya.
Modus operandinya, para camat yang akan mutasi atau dipromosikan jabatannya, memberikan sejumlah uang kepada Novi melalui ajudannya, M Izza Muhtadin. Dari penelusuran itu juga didapatkan sejumlah barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp647.900.000 dari brankas pribadi Novi, 8 unit telepon genggam, satu buah buku tabungan Bank Jatim atas nama Tri Basuki Widodo.
Total ada tujuh tersangka yang diamankan. Selain Novi, ada Camat Pace, Dupriono; Camat Tanjunganom dan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Camat Sukomoro, Edie Srijato; Camat Berbek, Haryanto; Camat Loceret, Bambang Subagio; mantan Camat Sukomoro, Tri Basuki Widodo; serta ajudan Bupati Nganjuk, M Izza Muhtadin.
Selanjutnya Dit Tipidkor Bareskrim Polri telah melanjutkan proses penyelidikan tersebut ke tahap penyidikan dengan mempersangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.