Jakarta, Gatra.com – Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono menyatakan isu taliban yang selama ini beredar hanyalah framing yang berusaha memojokkan KPK.
Sebab, menurutnya, banyak di antara 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) merupakan non-muslim.
“Saya hanya mengacu pada 34 nama yang berkembang di media, karena memang kami belum menerima secara resmi. Dari 34 (pegawai KPK) tersebut, 7 orang itu Nasrani seperti Rasamala Aritonang, Tigor Simanjuntak, dan Hotman Tambunan. Kemudian ada juga yang Buddha yaitu Riswin, satu dari dua orang, mohon maaf, etnis China yang menjadi bagian pemberantasan korupsi,” katanya dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk “Dramaturgi KPK”, Sabtu (8/5).
Dalam acara yang sama, mantan Juru Bicara KPK Johan Budi menjelaskan, dulunya definisi taliban disematkan kepada pegawai KPK yang benar-benar lurus. Tidak seperti definisi taliban yang belakangan ini dimaksudkan sebagai orang radikal.
“Tapi belakangan ini, saya juga tidak tahu, apa prilaku mereka yang di sana [KPK] ada yang menunjukkan seperti itu, sehingga orang luar menilai begitu. Tapi kalau basisnya pengalaman saya hingga 2016 di KPK, orang disebut taliban itu karena dia benar-benar lurus, tidak bisa disuap, kalau menyelidik bawa minuman sendiri, dulu disebutnya begitu,” ungkapnya.
Diketahui, terdapat 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dari tes wawasan kebangsaan (TWK). Tes tersebut merupakan syarat pengalihan status kepegawaian KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) sebagaimana diatur dalam revisi UU KPK.
Giri membenarkan kabar mengenai 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat, termasuk dirinya. Di antara 75 orang tersebut, kata Giri, ada delapan pejabat eselon yang tidak lulus.
“Ada satu pejabat eselon 1. Kemudian tiga pejabat eselon 2, yaitu saya Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi, lalu Kepala Biro SDM, serta Direktur Pembinaan Jaringan Antarkomisi. Kalau eselon 3 ada Kabag Perancangan Perundang-Undangan, Kabag SDM, dan sebagainya,” katanya.
Menurut Giri, sebenarnya titik berat dari kondisi ini ialah keputusan pimpinan KPK, apakah akan melindung 75 pegawai tersebut atau memang membiarkan mereka keluar. Sebab, lembaga lain telah menyerahkan keputusan kepada pimpinan dan dewan pengawas KPK.