Jakarta, Gatra.com- Pengacara HAM Papua, Gustaf Kawer, menyatakan bahwa mobilisasi aparat negara Indonesia yang dikerahkan ke Papua berjumlah besar. Ini adalah imbas dari pelabelan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua sebagai organisasi teroris oleh pemerintah melalui Menkopolhukam, Mahfud MD, pekan lalu.
“Sudah banyak orang mengungsi dan aparat sudah banyak di sana. Kita belum punya data yang valid tapi dari informasi dari beberapa titik baik di Sentani dan Timika itu mobilisasi pasukan begitu besar,” ujar Gustaf dalam webinar yang diselenggarakan oleh LP3ES Jakarta pada Jumat sore, (7/5).
Padahal, pada konferensi pers pekan lalu, Mahfud MD sempat menjanjikan bahwa personel keamanan negara yang akan dikerahkan ke Papua dalam rangka mengatasi KKB tidak akan dikirim dalam jumlah besar. Menurutnya, negara hanya akan menghadapi segelintir orang saja, bukan seluruh rakyat Papua.
“Oleh sebab itu, akan dilakukan menurut UU siapa itu yang melakukan. Satu yang di depan itu polisi dengan bantuan penebalan dari TNI. Itu aja undang-undangnya dan itu tidak perlu banyak. Tinggal dikoordinasikan,” tutur Mahfud dalam konferensi pers yang digelar secara daring pada Kamis, (29/4).
Seperti diketahui, TNI AD direncanakan akan segera mengirim pasukannya ke tanah Papua dalam rangka menumpas KKB. Pasukan yang kali ini dikirim bernama Pasukan Setan dengan jumlah sebanyak 400 personel dari Satuan Tugas Pengamanan Daerah Rawan (Satgas Pamrahwan) dari Batalyon Infanteri (Yonif) 315/Garuda.
Langkah ini, sebagai langkah lanjutan dari pelabelan KKB sebagai organisasi teroris, dikhawatirkan berbagai pihak hanya akan memperburuk ikatan antara Idnonesia dan Papua, alih-alih merekatkannya. Mimpi resolusi damai pun dinilai semakin tertutup. Konflik bersenjata dan berdarah ini pun diprediksi akan berlangsung lagi dan lagi secara berkepanjangan.
Pengacara dan pegiat HAM, Veronica Koman, menyebut bahwa pelabelan organisasi teroris kepada KKB di Papua, sebagai akar dari konflik-konflik yang berpotensi terjadi di masa mendatang, adlah sebuah deklarasi perang pemerintah Indonesia terhadap Papua.
“Ini tuh ibaratnya ngasih label teroris akan makin memperburuk pelanggaran HAM di Papua karena ini ibaratnya aparat keamanan mendapat license to kill yang baru dan juga justifikasi untuk impunitas atas pembunuhan di luar hukum,” ujarnya kepada Gatra.com.
“Kan selama ini sudah banyak pembunuhan di luar hukum [yang dilakukan oleh aparat negara] yang terjadi di Papua. Sipil ditembak mati, dituduh OPM. Apalagi sekarang ada label teroris, makin membabi buta, gitu, impunitas serta license to kill,” sambung Veronica.
Gustaf pun mengungkapkan pernyataan yang senada. Baginya, penetapan status KKB di Papua sebagai organisasi teroris adalah sebuah langkah mundur dari pemerintah Indonesia. “Kenapa saya katakan langkah mundur? Pola-pola pendekatan seperti itu mengulangi pola-pola kekerasan yang lalu. Pemerintah tidak menempuh cara-cara dialog, ya,” ujar Gustaf.
“Nah, yang terjadi, penetapan status KKB [sebagai organisasi teroris] ini saya pikir pemerintah terkesan menutupi pelanggaran-pelanggaran HAM [yang disinyalir dilakukan oleh aparat negara] yang terjadi di Papua,” sambung Gustaf.