Jakarta, gatra.com – Direktur Amnesty Internasional & Public Virtue, Usman Hamid, menyebutkan bahwa rencana pemberhentian 75 pegawai KPK akibat tidak lolos tes wawasan kebangsaan merupakan bentuk pelanggaran hak-hak fundamental dari Hak Asasi Manusia (HAM). Hak-hak fundamental tersebut dijamin di dalam kovenan hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi sosial budaya.
Berdasarkan kovenan internasional hak sipil dan politik, kata Usman, rencana pemberhentian 75 pegawai KPK adalah bentuk diskriminasi karena kecurigaan terhadap pemikiran, keyakinan, dan politik pegawai-pegawai tersebut. Ini adalah pelanggaran terhadap kebebesan berpikir, berhati nurani, beragama, dan berkeyakinan.
Usman menyebutkan bahwa tes wawasan kebangsaan tersebut melanggar hak sipil pegawai KPK dan merupakan sebuah stigma negatif.
“Karena itu, tes ini jelas melanggar hak-hak sipil mereka dan merupakan sebuah stigma negatif yang secara sewenang-wenang ditunjukan secara kolektif kepada 75 orang pegawai KPK,” ucap Usman dalam webinar yang diadakan oleh Public Virtue Institute pada Jumat (7/5).
Selain melanggar kovenan hak sipil dan politik, menurut Usman, rencana pemberhentian 75 pegawai KPK juga melanggar kovenan internasional hak sosial, ekonomi, dan budaya, khususnya di pasal 7.
Pasal 7 yang dimaksud Usman adalah Persamaan kesempatan untuk setiap orang untuk dipromosikan pekerjaannya ke tingkat yang lebih tinggi, tanpa pertimbangan lain kecuali senioritas dan kecakapan.
Usman menuturkan bahwa penyingkiran dengan alasan di luar kapabilitas peserta adalah bentuk diskriminasi. “Jadi kalau mereka disingkirkan karena kemampuan tidak ada, faktor-faktor integritas, melanggar kode etik, melanggar prinsip konflik kepentingan, tentu itu tidak masalah, tapi kalau karena pertimbangan lain, itu jelas diskriminasi,” ujarnya.
Tes wawasan kebangsaan, kata Usman, adalah upaya menyingkirkan pegawai-pegawai KPK yang dianggap memiliki pandangan-pandangan politik berbeda dari pemerintah.
Menurut Usman, paradigma pemerintahan orde baru tersebut tercermin di dalam tes wawasan kebangsaan bagi 75 pegawai KPK. Paradigma tersebut berkaitan dengan penelitian khusus dilakukan bagi tertuduh afiliasi komunis.
“Itulah yang tahun 90 kita sebut sebagai screening ideologis atau litsus [penelitian khusus] yang mengucilkan orang-orang dengan tuduhan-tuduhan terafiliasi pada komunis. Kalau sekaragn islamis,” ujar Usman.