Jakarta, Gatra.com – Mahkamah Konstitusi (MK) telah secara resmi menolak tiga permohonan uji formil dan uji materil Undang-Undang No.19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, keputusan ini menuai kecaman dari berbagai kalangan, terutama dari pihak pemohon.
Salah satu pihak pemohon yang mengutarakan kritiknya adalah eks komisioner KPK periode 2015-2019, Laode Muhamad Syarif.
“Apakah saya sependapat dengan putusan [MK] tersebut? Saya jawabnya kecewa,” ujarnya dalam diskusi virtual yang digelar Kamis, (6/5).
Satu hal yang Laode kecewakan dan sesalkan adalah bahwa majelis hakim yang menilai kasus tersebut tidak sungguh-sungguh menggali kebenaran-kebenaran materil dalam bukti-bukti yang disampaikan oleh para pihak pemohon judicial review (JR), di mana dirinya adalah salah satu pemohonnya.
Laode pun menyoroti proses formil dalam pembuatan revisi UU KPK dua tahun silam tersebut.
“Apakah betul revisi UU KPK itu telah memenuhi syarat-syarat formil yang ditetapkan oleh perundang-undangan? Menurut saya tidak memenuhi,” katanya.
Laode mencontohkan soal partisipasi publik dalam pembuatan UU tersebut. Majelis hakim menyebut bahwa partisipasi publik telah dijalankan dengan menggelar seminar di beberapa universitas di Indonesia, termasuk Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Nasional (Unas), dan Universitas Sumatera Utara (USU).
Hanya saja, Laode masih skeptis soal hal ini.
“Harusnya para majelis itu juga lebih dalam. Ketika terjadi seminar itu, berapa orang yang setuju dan berapa yang tidak setuju. Dan kita tahu persis bahwa pada seminar itu hampir sebagian besar orang mengatakan bahwa itu tidak butuh revisi UU KPK,” ujarnya.
Dengan demikian, Laode menilai bahwa hakim-hakim yang menolak uji formil tersebut tak seperti seorang hakim yang semestinya. Dalam pandangannya, hakim sungguhan harus menggali kebenaran lebih jauh dan lebih dalam lagi.
Laode juga memandang bahwa uji formil yang disampaikan oleh dirinya serta beberapa kawanan akademisi lainnya tersebut ditolak dengan alasan yang sangat dibuat-buat.
“Saya pikir itu yang harus dipikirkan kembali untuk perbaikan di masa yang akan datang agar MK sebagai anak kandung reformasi yang diharapakan untuk menjaga marwah hukum Indonesia itu betul-betul harus mensucikan diri dari unsur-unsur yang berpotensi untuk membuat noda-noda hitam dalam kesejarahan MK,” kata Laode.