Semarang, Gatra.com – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, meminta pelaku pengedar alat rapid test antigen ilegal untuk tes Covid-19 dihukum seberat-beratnya.
Kepada kepolisian, Ganjar juga meminta untuk mengusut tuntas kasus peredaran alat rapid test antigen yang tidak memiliki izin edar dan diduga tidak memenuhi persyaratan di Jawa Tengah (Jateng).
“Pelakunya agar dihukum seberat-beratnya apabila terbukti melakukan tindakan tidak benar tersebut,” katanya, Kamis (6/5).
Pernyataan Ganjar ini menanggapi, aparat Polda Jateng yang menangkap pelaku berinisial SPM yang diduga telah mengendarkan alat rapid test antigen illegal di wilayah Jateng.
Pelaku SPM yang telah ditetapkan sebagai tersangka, mengedarkan alat tersebut ke sejumlah klinik dan rumah sakit sejak Oktober 2020 hingga Februari 2021 dengan meraih keuntungan Rp2,8 miliar.
Lebih lanjut Ganjar menyatakan, kepolisian perlu untuk mengecek lebih dalam kasus tersebut untuk membongkar jaringan, karena alat tes ini bisa beredar meski tidak ada izinnya.
Menurutnya, kemungkinan barang yang disita dari tersangka memang berkualitas tetapi masih perlu dipertanyakan kalau yang bersangkutan tidak memiliki izin edar.
“Kami minta untuk dilakukan pengecekan, didalami, dan kalau ada tindakan tidak benar, ya sudah hukum seberat-beratnya,” tandas Ganjar.
Sementara itu, Kapolda Jateng, Irjen Pol. Ahmad Luthfi, menyatakan, tersangka SPM ditangkap di Semarang setelah petugas mendapatkan informasi dan melakukan penyelidikan sejak Januari 2021.
Anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng kemudian melakukan penyamaran sebagai pembeli dan berhasil menangkap SPM serta menyita barang bukti antara lain, 245 boks masing-masing berisi 25 unit alat tes cepat antigen merek Clungene, 121 boks alat tes cepat antigen merek Higtop, 10 boks alat tes cepat antigen jenis Saliva, dan 5.900 alat stik swab tidak berizin.
“Bila tidak punya izin edar jangan-jangan dipalsukan, jangan-jangan kualifikasi kesehatan tidak memenuhi persyaratan. Diedarkan di wilayah Jawa Tengah, di masyarakat umum biasa, klinik, dan rumah sakit,” ujar Kapolda.