Jakarta, Gatra.com- Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) untuk Papua, Veronica Koman mengatakan pelabelan teroris kepada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua bisa menjadi 'lincense to kill' aparat terhadap orang bersenjata tersebut dan bahkan untuk masyarakat sipil.
Alasannya, selama ini Veronica melihat terdapat banyak pelanggaran prosedur hukum acara pidana dalam kasus kriminalisasi atau politik di Papua. Menurutnya, pelanggaran biasanya terjadi dalam proses penangkapan dan penahanan.
Berangkat dari hal itu, pengacara tersebut mengkhawatirkan jika prosedur hukum acara terorisme akan mempermudah aparat menumpaskan dan menuduh sipil Papua sebagai bagian dari kelompok itu.
"Selama ini aktor pelanggaran HAM itu TNI Polri impunitas, kemudian dapat 'license'. Ada pembenaran-pembenaran lagi yang mana selama ini sipil yang ditembak mati dituduh sebagai OPM (Organisasi Papua Merdeka). Semua gampang dicap teroris," kata dia dalam diskusi daring, Rabu (5/5).
Sejurus itu, Veronica menyebut pelabelan teroris diprediksi bakal meningkatkan kasus pelanggaran HAM di Papua. Sebab berkaca pada kasus kerusuhan di Papua 2019 lalu, sudah banyak pihak yang sakit hati dilabeli bermacam-macam oleh orang di luar Papua.
"Sipil sangat sakit hati dilabeli monyet, sekarang teroris. Sekarang ada insiden diskriminasi di Bali, asrama Papua, ada 10 poster melabeli anak-anak Papua sebagai teroris," terang dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan KKB di Papua sudah bisa dikategorikan sebagai kelompok teroris.
"Kelompok sipil bersenjata di Papua dikategorikan sebagai teroris," kata Mahfud saat jumpa pers secara daring di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (29/4).
Alasan Mahfud bahwa penetapan kategori teroris diatur berdasarkan ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam UU tersebut disebutkan teroris merupakan orang yang merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan terorisme.
Sedangkan tindakan terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, sehingga dapat menimbulkan korban secara massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital strategis, baik terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik maupun fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, dan keamanan.
"Berdasarkan definisi yang dicantumkan di dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tersebut, apa yang dilakukan oleh KKB dan segala nama organisasinya dan orang-orang yang berafiliasi dengannya adalah tindakan teroris," tegas Mahfud.
Mahfud menjelaskan bahwa tindakan pemerintah sudah dipertimbangkan dan sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Badan Intelijen Negara, Pimpinan Polri, TNI, dan bahwa penjelasan banyak tokoh masyarakat, tokoh adat Papua, pemerintah daerah dan anggota DPRD Papua.