Jakarta, Gatra.com– Angka kematian akibat virus corona di India meningkat hingga mencatat rekor 3.780 kasus kematian selama 24 jam terakhir, sehari setelah negara itu menjadi kedua terbesar kasus COVID-19 dan mencapai 20 juta infeksi usai Amerika Serikat.
Data Kementerian Kesehatan India menunjukkan, infeksi harian virus tersebut naik 382.315 pada hari Rabu, (5/4). Di mana pemodelan pemerintah telah menunjukkan puncaknya pada hari ini, beberapa hari lebih awal dari yang diperkirakan karena virus corona telah menyebar lebih cepat dari yang diharapkan, dilansir dari kantor berita Reuters pada Rabu, (5/4).
Lonjakan COVID-19 di India yang sangat menular telah menyebabkan rumah sakit kehabisan tempat tidur, oksigen, serta membuat kamar mayat dan krematorium meluap. Banyak orang meninggal di ambulans dan tempat parkir mobil, saat menunggu slot tempat tidur atau oksigen.
Menteri Perkeretaapian, Perdagangan dan Industri Piyush Goyal mengatakan di Twitter, dua kereta “Oxygen Express” sudah tiba di Ibu Kota New Delhi, India, pada hari ini, (5/5) dengan membawa oksigen cair yang sangat dibutuhkan. Lebih dari 25 kereta sejauh ini telah mengirimkan oksigen ke berbagai bagian negara Bollywood itu. Pemerintah India mengatakan, sejatinya terdapat cukup pasokan oksigen, namun distribusinya terhalang oleh masalah transportasi.
Sementara itu, dua hakim Pengadilan Tinggi Delhi telah mengadakan konferensi video hampir setiap hari untuk mendengarkan petisi dari rumah sakit yang mencari oksigen, serta menyerukan hak konstitusional India atas perlindungan kehidupan.
Ada pun, lonjakan infeksi di negara tersebut bertepatan dengan penurunan drastis dalam vaksinasi karena masalah pasokan dan pengiriman. Setidaknya tiga negara bagian, termasuk Maharashtra, rumah bagi ibu kota komersial Mumbai, telah melaporkan kelangkaan vaksin dan sampai menutup beberapa pusat inokulasi.
Di samping itu, pemerintahan Perdana Menteri (PM) Narendra Modi telah banyak dikritik karena tidak bertindak cepat guna menekan gelombang kedua virus corona. Seperti, festival keagamaan dan demonstrasi politik sudah menyebabkan puluhan ribu orang terjangkit atas penyakit menular itu.
Oposisi India sudah menyerukan penguncian nasional, akan tetapi pemerintah enggan untuk memberlakukan penutupan karena takut terdampak ekonomi, meskipun beberapa negara telah memberlakukan pembatasan sosial.
“Kami membutuhkan pemerintahan. Dengan putus asa. Dan kami tidak memilikinya. Kami kehabisan udara. Kami sekarat,” tulis penulis India Arundhati Roy, dalam sebuah opini yang diterbitkan pada hari Selasa, (4/5) yang menyerukan agar Modi mundur.
“Ini adalah krisis yang sedang Anda [PM India] buat. Anda tidak dapat menyelesaikannya. Anda hanya dapat memperburuk keadaan. Jadi silakan pergi. Itu adalah hal yang paling bertanggung jawab yang harus anda lakukan. Anda telah kehilangan hak moral untuk menjadi perdana menteri kami,” imbuhnya.
Diketahui, India memiliki sekitar 3,45 juta kasus aktif COVID-19, tetapi para ahli medis mengatakan jumlah sebenarnya dari kematian dan terinfeksi bisa 5 hingga 10 kali lebih tinggi. Negara itu menambahkan 10 juta kasus barunya hanya dalam hitungan 4 bulan, usai membutuhkan lebih dari 10 bulan untuk mencapai 10 juta pertama.
Sebelumnya, pejabat kriket telah menangguhkan Liga Premier India atau Indian Premier League (IPL) yang sangat populer dan menghasilkan uang pada kemarin, (4/5) karena pandemi terus berputar di luar kendali.