Home Gaya Hidup Ada Dua Kerugian jika Bahasa Daerah Indonesia Punah

Ada Dua Kerugian jika Bahasa Daerah Indonesia Punah

Jakarta, Gatra.com – Peneliti Masyarakat dan Budaya dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Obing Katubi, mengungkapkan dua jenis kerugian apabila suatu bahasa daerah di Indonesia punah, yaitu bagi penutur bahasanya dan ilmu pengetahuan.

Yang pertama, bagi penutur bahasa, punahnya suatu bahasa sama dengan hilangnya sebuah identitas budaya. Menurut Obing, suatu identitas budaya yang melekat kepada suatu kelompok masyarakat dibangun, salah satunya, oleh bahasa.

Obing juga menyebut bahwa punahnya suatu bahasa sama dengan lenyapnya ungkapan artistik dalam suatu tradisi. Indonesia kaya dengan tradisi lisan. Hanya saja, tradisi lisan tersebut dijalankan oleh penutur suatu bahasa daerah saja.

“Kalau bahasa daerah itu punah, berarti ungkapan artistik dalam tradisi mereka itu secara keseluruhan juga punah,” ujar Obing dalam webinar bertajuk "Talk to Scientists" yang digelar oleh LIPI secara daring pada Selasa (4/5).

Selain itu, punahnya suatu bahasa juga akan berimbas pada hilangnya pengetahuan budaya. Obing menyebut bahwa terdapat banyak budaya Nusantara yang tersimpan di dalam bahasa, seperti pengetahuan pengobatan, kuliner, hingga konstruksi pikiran sosial. Dengan punahnya suatu bahasa, pengetahuan-pengetahuan budaya ini pun terancam ikut tenggelam.

Kemudian jenis kerugian yang kedua adalah kerugian bagi ilmu pengetahuan. Punahnya bahasa merupakan ancaman terhadap pemahaman kolektif akan sejarah manusia, kognisi manusia, dan dunia hayati.

Sebagai catatan, Obing menyebut bahwa terdapat sekitar 700 bahasa daerah yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia hingga saat ini. Sekitar 400 di antaranya berasal dari wilayah timur Indonesia. Sayangnya, seperti bahasa-bahasa lainnya di dunia, bahasa-bahasa tersebut terancam punah dalam kurun waktu 100 tahun ke depan.

Menurut Obing, faktor penyebabnya bermacam-macam, di antaranya adalah penaklukan budaya, ekonomi, dan politik; pagebluk atau epidemi; tekanan ekonomi; kontak bahasa dan budaya yang meleburkan bahasa; politik bahasa; sikap negatif atau sikap tak peduli dari kelompok penutur bahasa lain terhadap bahasa yang terancam punah; dan sikap dan loyalitas dari kelompok penutur bahasa itu sendiri.

Maka dari itu, Obing menekankan pentingnya revitalisasi bahasa daerah, terutama bahasa-bahasa di wilayah timur Indonesia. “Kita harus menjadikan revitalisasi bahasa sebagai gerakan sosial, budaya, dan politik,” ujar Obing.

5596