Jakarta, Gatra.com – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat jumlah kasus stunting atau gagal tumbuh di Indonesia mencapai 27,67% pada 2019. Angka ini telah mengalami perbaikan karena di tahun 2013 jumlahnya bahkan mencapai 37,8%.
Meski demikian, jumlah tersebut masih lebih tinggi dibandingkan toleransi maksimal stunting yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu kurang dari 20%. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia menargetkan pada 2024 dapat menekan kasus stunting hingga berada di angka 14%.
Direktur Bina Akses Pelayanan Keluarga Berencana BKKBN, dr. Zamhir Setiawan, menyatakan, angka kasus stunting di Indonesia pada 2020 menempati urutan keempat dunia dan kedua di Asia Tenggara. Untuk itu, pemerintah terus berupaya melakukan percepatan penanganan kejadian stunting di Indonesia.
Kondisi stunting pada anak sangat terkait asupan gizi yang tidak memadai. Tanpa penanganan serius, dikhawatirkan akan makin banyak penduduk yang tumbuh dengan perkembangan kognitif yang lambat, mudah sakit, dan kurang produktif.
Masa 1.000 hari pertama kehidupan, termasuk saat masih di kandungan, merupakan masa penting pembangunan ketahanan gizi. Apabila sudah lebih dari 1.000 hari, maka dampak buruk kekurangan gizi akan sulit diobati.
"Kekurangan gizi pada ibu hamil juga memicu stunting. Nutrisi berperan penting sehingga perlu menjadi perhatian lebih bagi calon orang tua, baik sejak perencanaan, kehamilan, hingga menyusui," terang Sinteisa Sunarjo, Group Business Unit Head Woman Nutrition Kalbe Nutritionals, pada Selasa (4/5).
Sinteisa menambahkan, stunting bisa disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internal seperti kekurangan gizi, anemia pada bayi baru lahir, bayi dengan berat lahir rendah, cacat bawaan, hingga kematian. Sedangkan faktor eksternal berupa fasilitas sanitasi yang buruk, minimnya akses air bersih, dan kurangnya kebersihan lingkungan.
"Kekurangan gizi kronis pada anak akan menimbulkan persoalan serius dalam pembangunan sumber daya manusia di masa depan," ujarnya.
Dia pun menekankan bahwa upaya menurutkan angka stunting di Indonesia perlu sinergi semua pihak. Karena itu, Prenagen dan Klikdokter bekerja sama dengan BKKBN lalu meluncurkan program 'Smart Sharing: Program Kerja Sama Penurunan Angka Stunting di Indonesia'.
Program ini akan menggelar tiga jenis kegiatan, yaitu edukasi secara online dan offline, dan program intervensi gizi di dua kabupaten/kota. Harapannya, dengan edukasi persiapan ketahanan kesehatan keluarga, dapat mencegah stunting, menurunkan angka kematian ibu melahirkan, dan menurunkan angka kematian bayi.