Yogyakarta, Gatra.com - Tak sia-sia lelaki 19 tahun ini jauh-jauh datang dari Boven Digoel, Papua untuk mengasah otak di Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta (AKPY).
Soalnya, walau di masa pandemi covid-19, teramat sulit bagi Juventus Kemboy untuk menikmati udara Malioboro ataupun menepuk gemericik air di kaki Gunung Ungaran, Jawa Tengah.
Sebab mahasiswa D1 ini bersama 249 orang seangkatannya, tetap berjibaku di komplek Kebun Pendidikan dan Penelitian (KP2) Stiper Edu Agro Tourism (SEAT) di Bawen, Ungaran.
Oleh manajemen AKPY, mereka yang terbagi dalam 10 kelas itu digilir menjadi lima gelombang, untuk mengikuti pola Learning Factory di 'kawah candradimuka' nya Instiper itu.
Ini berarti, tiap gelombang, dua kelas yang bakal mengeruk ilmu di komplek seluas 16,5 hektar itu selama dua pekan. Begitulah terus, digilir. Tiap hari mereka habiskan delapan jam, praktek.
Selama dua pekan itu, macam-macam yang mereka pelajari. Mulai dari persiapan lahan, pembibitan, penanaman sawit dan Legume Cover Crop (LCC), perawatan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM), panen dan transport.
Ada juga ceramah di kelas, study kasus, diskusi, presentasi mahasiswa hingga membikin perencanaan membuka perkebunan. Mereka dipandu oleh praktisi perkebunan dan dosen muda AKPY.
Uniknya, setiap pagi sekitar pukul 05.30 Wib, mahasiswa menggelar apel yang dipimpin oleh seorang mandor. Kesan suasana pekerja di perkebunan nampak kental.
Tiap hari, dua orang mahasiswa akan berperan sebagai mandor dan krani. Jadi selama menjalani Learning factory, semua mahasiswa pernah merasakan jadi mandor, jadi krani dan jadi karyawan lapangan.
"Sebagai lembaga pendidikan vokasi, kami enggak mau larut oleh situasi pandemi. Terobosan dengan protokol kesehatan yang ketat, musti kami lakukan. Sebab itu tadi, kami enggak mau anak-anak kami kelak, pulang tanpa ilmu yang mumpuni. Itulah makanya Learning factory ini kami jalankan," kata Direktur AKPY, Dr. Sri Gunawan kepada Gatra.com, kemarin.
Dan sebagai lembaga pendidikan vokasi, selama setahun masa pendidikan, AKPY-STIPER kata lelaki yang akrab disapa Gunawan ini, musti bisa mewujudkan tiga pilar; knowledge, skill dan attitude. "Alhamdulillah, kami bisa mewujudkan itu," katanya.
Praktisi perkebunan yang juga dosen senior AKPY, Hartono, SP, MSi, mengaku sangat mendukung terobosan yang dibikin kampusnya itu.
"Kuliah Learning Factory ini membikin mahasiswa lekas menyerap ilmu. Alhasil mereka akan lebih kompeten (link and match) dan siap bekerja di industri perkebunan, baik itu di perkebunan swasta maupun rakyat. Satu hal yang paling penting, lewat pembelajaran Learning Factory ini mereka menjadi berjiwa enterpreuner," ujar lelaki 51 tahun ini.
Sebab itu tadi kata Hartono, di Learning Faktory itu Konsep; dengan mendengar kita mudah lupa, dengan melihat kita jadi ingat dan dengan, melakukan kita jadi paham.
Jadi kalau dihitung-hitung, 50% dari waktu setahun kuliah, justru dihabiskan oleh mahasiswa yang dibiayai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini, dengan praktek lapangan. Persis seperti pola yang dilakukan kampus, sebelum pandemi merebak.
Itu pula makanya, apa yang dilakukan oleh AKPY ini terus dilirik oleh perusahaan-perusahaan besar. Tak heran walau belum lulus, perusahaan-perusahaan sudah 'memboking' para mahasiswa ini.
"Lebih dari 70% sudah diboking perusahaan. Sisanya justru lantaran belum ingin bekerja dengan alasan ingin kerja di kebun sendiri, lanjut kuliah S1 atau ingin bekerja di daerahnya sendiri," terang Gunawan.