Jakarta, Gatra.com – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan Tes Wawasan Kebangsaan tak boleh dijadikan dalih guna menyingkirkan pegawai-pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dianggap punya pandangan politik berbeda dari pemerintah.
Hal itu disampaikannya menanggapi laporan bahwa ada sekitar 75 pegawai KPK yang dinilai selama ini memiliki integritas dalam pemberantasan korupsi justru tidak lulus tes untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Itu sama saja mundur ke era pra-reformasi, tepatnya pada 1990, ketika setiap pegawai negeri harus melalui ‘Litsus atau penelitian khusus’ atau ‘bersih lingkungan’ yang diskriminatif,” ujar Usman dilansir siaran pers dari laman resmi Amnesty International Indonesia pada Selasa, (4/5).
Ia menuturkan, mendiskriminasi pekerja karena pemikiran serta keyakinan agama atau politik pribadinya jelas merupakan pelanggaran atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan.
“Ini jelas melanggar hak sipil dan merupakan stigma kelompok yang sewenang-wenang,” ungkap Usman.
Menurutnya sebagaimana standar Hak Asasi Manusia (HAM) international maupun hukum di Indonesia, pekerja seharusnya dinilai berdasarkan kinerja dan kompetensinya, bukan “kemurnian” ideologisnya.
Di masa lalu, lanjut Usman, Litsus semacam ini menimbulkan masalah ideologis atas pendidikan dan menjauhkan banyak orang yang memenuhi syarat sebagai pegawai negeri akibat kriteria yang tidak jelas dan diterapkan secara tidak merata.
“Mengapa hanya KPK, Ini ada apa?” tanyanya.
“Screening ideologis yang diduga dilakukan melalui Tes Wawasan Kebangsaan seperti ini sungguh merupakan langkah mundur dalam penghormatan HAM di negara ini, dan sekaligus mengingatkan kita kembali kepada represi Orde Baru, saat ada penelitian khusus [Litsus] untuk mengucilkan orang-orang yang dianggap terkait dengan Partai Komunis Indonesia,” tambah Usman.
Sebelumnya, pada bulan Maret 2021 lalu, pegawai KPK mengikuti Tes Wawasan Kebangsaan sebagai persyaratan status menjadi ASN, sesuai dengan Undang-Undang KPK yang direvisi pada tahun 2019.
Menurut laporan media dan informasi yang diterima Amnesty International, banyak pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes tersebut yang mengarah kepada kepercayaan agama dan paham politik pribadi yang tidak ada hubungannya dengan kualifikasi mereka sebagai pegawai KPK.
Amnesty International pun memperoleh informasi bahwa ada sekitar 75 pegawai KPK yang dianggap tidak lulus tes tersebut dan karena itu akan diberhentikan.