Jakarta, Gatra.com - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo menyebut dinamika ekonomi masa pandemi Covid-19 di Indonesia serupa dengan negara lain. Dimulai dari kontraksi ekonomi yang cukup tajam, hingga penggelontoran stimulus secara massif.
"Dari sisi masyarakatnya juga kita melihat bahwa demand-nya memang rendah. Sehingga punya potensi isu masalah kredit trust," katanya dalam diskusi virtual pada Selasa (4/5).
Menurutnya, setiap negara saat ini mengeluarkan kebijakan-kebijakan stimulus untuk menjaga stabilitas ekonomi negaranya sendiri. Caranya dengan menaikan defisit fiskal, melakukan quantitative easing, hingga penurunan suku bunga.
"Kalau kita melihat selintas baik itu di kawasan Asia maupun di Eropa, dan lainnya, konteks yang digunakan juga sama," ucap Dody.
Bahkan, lanjutnya, di beberapa negara maju, kenaikan defisit fiskalnya hingga ke level 10%. Sedangkan untuk negara emerging market masih berada di kisaran 4% sampai 6%.
"Quantitative easing di Bank Indonesia sendiri, itu menembus angka sekitar 5% dari tahun awal pandemi," jelasnya.
Tentunya, hal ini juga diikuti dengan penurunan suku bunga. Di beberapa negara, penurunan suku bunganya cukup besar antara 50 basis poin hingga 300 basis poin. "Ini terus dilakukan sampai dengan posisi hari ini, di mana concern-nya adalah kepada pertumbuhan," kata Dody.