Jakarta, Gatra.com – Direktur Kebijakan Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), Olivia Herlinda, mengungkapkan dari kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM), lebih dari 90% responden pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) telah memiliki tenaga vaksinasi yang berjumlah di atas 4 orang. Namun hampir 90% menggunakan staf puskesmas yang sudah ada dan tak memperoleh tenaga tambahan, menurut hasil survei CISDI.
“Jadi, meskipun sudah di atas 4 orang [tenaga vaksinasi], tapi sebenernya menggunakan tenaga puskesmas sendiri, tidak, tidak ada tenaga tambahan. Lalu yang juga menjadi perhatian, belum semua tenaga vaksinator mendapatkan pelatihan,” bebernya, dalam “Peluncuran Hasil Survei Kesiapan Puskesmas untuk Vaksinasi dan Diskusi Publik” secara virtual via Zoom, yang juga disiarkan langsung melalui kanal YouTube CISDI TV dan digelar pada Selasa siang, (4/5).
Lebih lanjut Olivia menerangkan, di atas 90% responden puskesmas sudah melaporkan Alat Pelindung Diri (APD)-nya cukup untuk sebulan terakhir. Kemudian, dari aspek kelengkapan logistik vaksinasi puskesmas, di mana lebih dari 90% responden tersebut juga telah memiliki kelengkapan seperti kulkas, cold box, vaccine carrier yang berfungsi. Akan tetapi, yang menjadi catatan adalah tidak semua memiliki kelengkapan logistik seperti ice pack dan alat pemantau suhu untuk setiap alat. Sementara itu, di atas 80% responden puskesmas juga sudah memiliki kelengkapan logistik lainnya untuk melakukan proses vaksinasi dan observasi.
“Kemudian kami juga melihat aspek bagaimana puskesmas siap melakukan KIPI [Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi] juga, di atas 90% responden puskesmas mengatakan memiliki fasilitas dan obat-obatan untuk penanganan KIPI dan sudah memiliki mekanisme rujukan KIPI yang jelas. Namun memang masih ada 20% yang mengatakan belum ada tenaga terlatih yang melakukan penanganan KIPI,” ujarnya.
Adapun diketahui, survei tersebut dilakukan pada tanggal 1 Februari-15 Maret 2021. Di mana bertujuan, guna mendapatkan pemetaan serta gambaran secara cepat mengenai kebutuhan dan upaya penguatan puskesman, yang dibutuhkan segera untuk kesiapan puskesmas melakukan vaksinasi.
“Jadi memang kemarin survei ini kami, kami edarkan secara online, pengumpulan datanya itu dari tanggal 1 Februari hingga 15 Maret dan memang karena online, jadi memang samplingnya sendiri apa, kita hanya mungkin lewat sosial media dan juga lewat broadcast WhatsApp dan sebagainya. Dan apa, dan mungkin hanya mencakup pada kelompok-kelompok yang punya akses untuk, untuk paling tidak smartphone ya untuk mengisi online survei ini. Jadi itu mungkin jadi salah satu keterbatasan,” terang Olivia.
Selain itu, untuk kriteria inklusinya sendiri, tuturnya, seseorang yang saat ini sedang bekerja di puskesmas, tempat pelaksana vaksinasi COVID-19. “Jadi kalau tidak, surveinya akan langsung berakhir dan kuesionernya diadopsi dari kuesioner WHO [World Health Organization] dan juga vaksinasi Kementrian Kesehatan, di mana hasilmya kami analisa secara deksriptif menggunakan STATA,” kata Olivia.
Ia pun menuturkan, total respondennya yaitu berjumlah 184 orang, yang mewakili 184 puskesmas di 34 provinsi. Akan tetapi, ini tidak mewakili di seluruh Indonesia. Mayoritas responden dari Jawa Timur (15,8%), Jawa Barat (13,6%), Sumatera Utara (13,6%), Daerah Istimewa Yogyakarta (6,5%), dan Nusa Tenggara Barat (6,5%). Respondennya sendiri pun kebanyakan berjenis kelamin perempuan (75%) dan sisanya laki-laki, serta rata-rata kebanyakan sudah bekerja di atas 3 tahun di puskesmas. Lalu, dari segi profesi terbanyak adalah dokter umum (37%), perawat (19%) dan bidan (13%) yang melakukan pengisian survei tersebut.
“Lalu dari segi jabatan dan segi posisi di puskesmas, paling banyak adalah PJ [Penanggung Jawab] Program UKP [Upaya Kesehatan Perseorangan] Kefarmasian dan Lab [19,6%], PJ Program UKM [Upaya Kesehatan Masyarakat] Essensial dan Keperawatan [17,4%], dan juga Kepala Puskesmas [12,5%],” ungkap Olivia.