Home Ekonomi Alasan Ekonomi Jadi Pemicu Karhutla

Alasan Ekonomi Jadi Pemicu Karhutla

Pekanbaru,Gatra.com - Rentetan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia umumnya di dorong oleh alasan ekonomi. Hal itu diungkapkan 
 Professor Dr. Herry Purnomo peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR), dalam sesi webinar yang ditajah Society of Journalism Science of Indonesia (SJSI), Selasa (4/5). 
 
Menurut Prof Herry dari telaah kasus karhutla di sejumlah tempat di Indonesia, peristiwa tersebut terjadi bukan lantaran sikap acuh para pelaku, tapi lebih kepada perhitungan ekonomi pelaku usaha perkebunan baik tingkat perusahaan maupun petani. 
 
"Jadi membakar itu bukan karena mereka tidak aware, tapi lantaran pengaruh hitung-hitungan ekonomi," bebernya. 
 
Prof Herry menyebut untuk membuka lahan perkebunan sawit diperlukan sejumlah dana, yang bagi sebagian pelaku usaha dinilai cukup memberatkan dan tidak ekonomis. Hal ini kemudian memicu opsi membakar hutan. 
 
Katanya lagi, lahan untuk perkebunan yang dibuka secara dibakar, bisa dijual lebih mahal ketimbang lahan dengan kondisi alami (semak belukar). 
 
"Begitu lahan itu dibakar bisa dijual katakan lah Rp7 juta per hektare. Kalau lahannya belum bersih, tentu ada biaya investasi yang diperlukan untuk membuka lahan," urainya. 
 
Umumnya biaya untuk membuka lahan lebih banyak terserap oleh sewa alat berat, faktor inilah yang menjadi beban bagi petani sawit. Belakangan ini, di Riau pemerintah setempat mencoba mengakali hal tersebut dengan menyediakan alat berat. 
 
Lebih lanjut, dia mengatakan dalam penindakan terhadap kasus karhutla, pelaku dari golongan petani lebih sering tertangkap. Namun, menurutnya itu bukan berarti pelaku usaha sawit dari golongan perusahaan tidak terlibat  kasus karhutla. Bahkan pelaku karhutla dari golongan perusahaan lebih complicated. 
 
"Karena ada perusahaan yang sifatnya tidak jelas, kantornya entah dimana, alamatnya entah dimana. Jadi yang susah itu, bukan berurusan dengan perusahaan besar, tapi perusahaan semacam ini," tekannya. 
 
Riau sendiri telah lama berkutat dengan kebun kelapa sawit ilegal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK mencatat terdapat 1,2 juta hektare kebun sawit ilegal di Bumi Lancang Kuning. Kebun-kebun ini selain diduga di kuasai para cukong, juga dinaungi sejumlah perusahaan. 
 
Adapun karhutla di Riau pada tahun 2020 berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup Kehutanan (Kemen LHK) mencapai 15.422 hektare. Kebakaran tersebut memicu emisi karbon hingga 12.422.996 ton. Angka itu merupakan emisi tertinggi di Indonesia pada tahun 2020.

 

110