Jakarta, Gatra.com - Para pemegang polis PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha), yang tergabung dalam Perkumpulan Pemegang Polis Wanaartha (P3W), berkumpul untuk melakukan sidang mediasi dengan pihak Wanaartha di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Senin (3/5).
Ketua P3W, Johanes Buntoro Fistanio, mengatakan, pihaknya hendak menanyakan kejelasan dana mereka sebagai nasabah Wanaartha. Menurut dia, Wanaartha sebagai pelaku usaha, tidak menyampaikan informasi secara transparan tentang apa yang terjadi pada dana mereka. "Agar semua clear, berapa banyak aset yang disita oleh negara," kata Johanes kepada wartawan.
Usut punya usut, dana pemegang polis Wanaartha ternyata disita aparat penegak hukum karena diduga berkaitan dengan kasus Jiwasraya yang turut membelit nama Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat. Atas situasi tersebut, pada Januari 2020, rekening Wanaartha diblokir Kejaksaan Agung. Dua bulan setelahnya, statusnya naik menjadi disita.
Namun, faktanya, Wanaartha sebagai lembaga keuangan asuransi yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Dana nasabah yang dikabarkan terkena imbas penyitaan ditaksir mencapai Rp2,9 triliun.
Johanes mengklaim bahwa dana kelolaan yang dimiliki para nasabah yang tergabung dalam P3W berkisar Rp1,5 triliun. Jumlah itu, kata dia, berasal dari sekitar 500an nasabah. Itu baru sebagian kecil dari jumlah total nasabah yang terdaftar di Wanaartha. Menurut Johanes, Wanaartha memiliki nasabah sekitar 26 ribuan orang.
Salah satu nasabah, Freddy Handojo Wibowo (62 tahun), mengatakan bahwa sejak Maret 2020 lalu, ia sudah tidak bisa lagi melakukan pencairan polis, meskipun sudah jatuh tempo. Freddy dan beberapa nasabah lain juga meminta OJK untuk segera turun tangan. Pasalnya, mereka berani menggunakan jasa Wanaartha karena perusahaan asuransi tersebut terdaftar resmi di OJK. "Sampai sekarang tidak ada follow up dari OJK. Mereka kan regulator," dia melanjutkan.
Sementara itu, kuasa hukum Wanaartha, Kasmudi, mengatakan bahwa sidang di BPSK hari ini baru menampung keluhan-keluhan dari para nasabah. Setelah ditampung, berbagai keluhan tersebut akan dikoordinasikan dengan manajemen Wanaartha. Pada sidang lanjutan 17 Mei nanti, pihaknya baru bakal menyampaikan skema apa yang bakal ditempuh kliennya.
Terkait penyitaan sebagian aset Wanaartha yang dilakukan Kejaksaan Agung, Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Muhammad Mufti Mubarok, mengatakan bahwa pembayaran jatuh tempo sudah seharusnya disiapkan dari kas perusahaan.
"Mereka punya pencadangan. Mestinya sudah diperhitungkan dari laporan keuangan. Harus disiapkan sehingga ketika jatuh tempo, sudah tersedia," kata Mufti.
Mufti melanjutkan, pihaknya akan terus mengawal konsumen. BPKN juga akan berkoordinasi langsung dengan OJK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). "Karena aliran dana ini penting dijejak. Apakah lari ke pribadi, atau memang disita negara, dan berapa keseluruhan aset yang dimiliki asuransi ini," kata dia.
Lebih jauh, BPKN bahkan telah menyiapkan rekomendasi kepada presiden tentang pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan Asuransi Polis. Menurut dia, pembentukan tersebut mendesak untuk segera dilakukan. Sebab, kasus-kasus serupa menyebar seperti pandemik. "Terstruktur, masif, dan sistemik," kata dia.